Senin 27 May 2013 16:42 WIB

Pilkada, Jadi Ajang Peredaran Uang Palsu

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Citra Listya Rini
Pilkada (ilustrasi)
Foto: IST
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Meningkatnya trend perderan uang palsu di Jawa Barat, tidak mengherankan bagi Pengamat Politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan.

Menurut Asep, pelaksanaan pilkada disinyalir tidak hanya berpengaruh pada tingginya peredaran uang palsu, melainkan juga berpengaruh pada pencucian uang. 

"Untuk membayar partai, selain dari upaya pencucian uang, bisa juga dari uang narkoba. Ada yang bermasalah dengan narkoba, jadi pakai uang hasil narkoba tersebut agar dapat back up," kata Asep kepada Republika di Bandung, Senin (27/5). 

Asep mengatakan bahkan ada uang hasil illegal logging yang digunakan untuk membiayai pilkada di Kalimantan Timur. Saat ini, politik di Indonesia memang mahal. Jadi, uang palsu, narkoba, dan pencucian uang menjadi cara untuk membiayai biayai politik. 

"Tanpa bermaksud berburuk sangka, tapi memang banyak potensi uang tersebut untuk pilkada yang memang mahal," ujar Asep.

Selain pilkada, Asep menyampaikan pelaksanaan pemilu legislatif juga membutuhkan dana yang besar. Mulai dari keperluan untuk belanja kampanye, membeli atribut, membayar tokoh masyarakat yang mendukung, menggelar berbagai pertemuan, konsumsi, transportasi, dan lain-lain. 

Bahkan, pernah salah seorang tokoh partai politik melakukan penelitian untuk penyelenggaraan Pemilu Legislatif dibutuhkan dana ratusan miliar.

"Pilkada, kebutuhannya bisa lebih besar lagi kan harus lebih cepat kampanyenya jadi membutuhkan dana yang besar. Uang dan politik itu memang sangat kental," kata Asep.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement