REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus bunuh diri yang dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjadi sebuah peristiwa yang sangat memprihatinkan, sebab dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan.
"Sepanjang tahun 2013 ini saja, yakni selama lima bulan, sudah ada tiga polisi yang tewas bunuh diri, semuanya polisi jajaran bawah," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane di Jakarta, Ahad (27/5).
Kasus bunuh diri terakhir dilakukan Bripka Jeremmy Manurung di rumahnya di Jakarta Timur pada 24 Mei 2013. Sebelumnya, 23 Januari 2013 Briptu Andre Hutabarat tewas gantung diri di rumah orang tuanya di Medan.
Setelah itu 17 Januari 2013 Aiptu Joko Subandi tewas setelah menembak kepalanya sendiri sebanyak dua kali di rumah istri mudanya di Magelang, Jawa Tengah (Jateng), katanya.
"IPW menduga, sebagian besar kasus bunuh diri terjadi akibat persoalan rumah tangga. Dari kasus bunuh diri yang dilakukan anggota Polri ini terlihat betapa beratnya beban psikologis seorang polisi jajaran bawah," kata Neta.
Tekanan tugas di lapangan cukup berat, kadang harus 24 jam berada di lapangan. Dalam kondisi seperti ini tak jarang mereka harus memenuhi ambisi atau obsesi atasan, katanya.
"Dengan target-target yang cukup berat, yang jika tidak terpenuhi terkadang membuat mereka dikucilkan. Ironisnya, meski sudah bekerja keras sulit sekali bagi mereka untuk bisa mengikuti pendidikan dalam rangka kenaikan pangkat, kata Neta.
Di sisi lain gaji yang mereka terima sangat kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup. Sejumlah polisi sering kali mengeluhkan hal ini kepada IPW. Kerja keras yang tak kenal waktu dengan gaji yang kecil ini, menurut mereka kerap kali membuat konflik di rumah dengan sang istri, katanya.
"Hal ini dikarenakan tuntutan hidup yang cukup besar belakangan ini. Kondisi inilah yang kerap membuat banyak polisi di jajaran bawah sering merasa frustrasi," kata Neta.