Sabtu 25 May 2013 22:10 WIB

Tanah Dirampas Wali Kota, Warga Batam Demo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan orang yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Adat Pulau-pulau Rempang Galang (Himad Purelang) yang berasal dari Kota Batam, Kepulauan Riau akan berunjuk rasa ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pertahanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan Nasional dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

"Aksi unjuk rasa akan kita mulai Senin (27/5) sampai Jumat (31/5). Kami ingin mengungkapkan kepada para petinggi di Jakarta siapa pemimpin paling bebal di Kota Batam," ujar Ketua Umum Himad Purelang Blasius Yoseph dan Sekretaris Umum Himad Purelang Janner Sinaga kepada wartawan, Sabtu (25/5).

Blasius menceritakan, sejak 1968 mereka adalah penggarap di rangkaian pulau-pulau Rempang Galang. Pada 2008 mereka memperjuangkan haknya sesuai UU Pokok Agraria ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI. Kedatangan kami ke Jakarta, kata Blasius, memperjuangkan tanah garapan di atas seratusan pulau di rangkaian pulau Rempang-Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau.

"Tanah garapan kami berbentuk pulau-pulau berbatasan dengan Malaysia, Singapura dan Vietnam yang kami garap pada masa PT. Mentrans. Perusahaan itu investor Jepang yang pertama kali melakukan pengelolaan usaha disana. Mereka mengeksport buah nenas kalengan ke Jepang. Masyarakat kami dahulu menjadi buruh perusahaan itu," tegasnya.

‎​Menurut Balasius, sekitar tahun 80-an ratusan pulau-pulau tersebut dinyatakan berstatus quo oleh Pemerintahan Soeharto. Itu penyebab rangkaian pulau-pulau Rempang Galang menjadi seperti pulau hantu, tidak bertuan namun berpenghuni.

Karena, masih menurut Blasius, sejak 2008 kami sudah mendaftarkan hak garapan kami ke BPN, maka mulai saat itu kami mengkritisi pelanggaran hukum di atas tanah Negara tersebut. Blasius menegaskan, sampai kapanpun masih tetap bersikukuh menunggu BPN melepaskan tanah Negara untuk masyarakat kami.

‎​"Sekarang tanah disana diduga diperjual-belikan atau jadi area komersial menguntungan pribadi pejabat Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau," tambah Sekertaris umum Himad Purelang Janner Sinaga.

Dijelaskan Janner, selama ini pihaknya laporkan kejahatan yang terjadi ke Polresta Barelang dan Polda Kepri, tapi puluhan laporan polisi yang meraka buat tidak digubris.

Blasius Yosep menimpali, di pulau-pulau itu banyak oknum aparat Negara membiarkan berdiri rumah-rumah mewah, hotel berbintang, perkebunan, peternakan, perikanan, resort, pelabuhan, dok kapal dan lego jangkar (parkir) kapal-kapal asing yang dilakukan liar. "Masa ada ratusan bangunan komersial tidak ber IMB namun Walikota diam,?" tanya Blasius.

Blasius mengatakan, kejahatan Pemkot Batam yang terakhir saat Wali Kota Ahmad Dahlan terbitkan SK: KPTS.120/HK/III/2013 tentang Penunjukan Pengelola Pantai Melur Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam tanggal 1 Maret 2013 dimana sebelumnya dia pernah terbitkan SK: KPTS.180/DISPARBUD/KGT/IV/2008 tentang Pengangkatan Kelompok Pariwisata tanggal 28 April 2008.

"Dua SK itu berdalih membangun pariwisata di Kota Batam, padahal merampas sebagian dari tanah garapan kami yakni Pantai Melur," tegas pendiri dan guru SD Ignatius Loyola di Sungai Raya Kota Batam itu.

Sejak Wali Kota yang diusung Partai Demokrat itu berkuasa, kata Blasius, terjadi pembiaran pada tanah Negara, sehingga banyak berdiri bangunan liar dimodali orang asing. Namun, Ahmad Dahlan membiarkannya.

"Wali Kota mencoba merampas tanah garapan yang kami buka jadi tempat wisata Pantai Melur. Silahkan saja Dahlan memajukan wisata Kota Batam, kami setuju. Tapi jangan rampas tanah Negara yang sudah kami kelola sejak puluhan tahun lalu!," tegas Blasius Yoseph.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement