REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor perdagangan merupakan salah satu penyumbang perekonomian di Indonesia. Bahkan Indonesia menempati urutan keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar. Ini menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi sektor perdagangan dalam negeri mau pun internasional.
Ketua Fraksi PKB Marwan Ja’far mengatakan, perdagangan di dalam negeri memiliki banyak persoalan. Salah satunya, Indonesia menjadi objek impor, padahal produksi lokal kurang mampu bersaing dengan produk negara lain.
"Faktanya banyak batik dari Cina yang masuk Indonesia. Makanya diperlukan undang-undang Perdagangan untuk memproteksi produk lokal," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (23/5).
Pemerintah, ujar Marwan, memiliki kewajiban untuk memproteksi produk pertanian dan UMKM dari serangan pasar bebas. "Dibutuhkan UU Perdagangan yang pararel dengan UU Perindustrian," ujarnya.
Di sektor ekspor-impor, terang Marwan, Indonesia juga banyak mengalami hambatan yang berat. Melambatnya perekonomian beberapa negara tujuan ekspor serta menurunnya harga komoditas andalan Indonesia telah menyebabkan penurunan kinerja neraca perdagangan sejak 2012.
Selama 2012, kata Marwan, terjadi defisit neraca perdagangan sebesar 1,659 dolar AS. Ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak defisit neraca perdagangan pada 1961.
"Kondisi ini harus disikapi secara serius oleh semua stakeholder sebab memasuki kuartal I 2013 kinerja neraca perdagangan barang dan jasa riil masih mengalami perlambatan," kata anggota Komisi V DPR tersebut.
Kehadiran UU Perdagangan, lanjut Marwan, diharapkan menjadi penggerak utama dalam pembangunan perekonomian nasional. Selain itu juga mampu mendorong peningkatan produksi dan pemerataan pendapatan rakyat.