REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Jaminan dan perlindungan pemerintah dalam menyebarkan obat-obatan halal dinilai masih lemah. Sejauh ini, usaha-usaha perlindungan produk halal hanya dilakukan masyarakat.
"Baru usaha dari kita-kita, pemerintah belum," tutur Ketua Majelis Ulama Indonesia, KH Muhyidin Junaedi dalam Internasional Seminar Halal Certification of Medicine Product di IPB Convention Centre, Bogor, Jawa Barat, Kamis (23/5).
Menurut Muhyidin, seminar yang digelar LPPOM MUI dan Universitas Prof Hamka ini menjadi bukti masyarakat serius dalam melindungi dan memakai obat-obatan yang halal. Jika seminar ini sukses, hasilnya diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah tentang produk obat-obatan impor. Jadi jangan sampai hanya kandungannya saja yang diwajibkan ada, tapi label halalnya juga.
Menurut The Chairman of Health Assembly Muhammadiyah, Dr Lukman Ali Husin, ada beberapa produk obat-obatan di Indonesia yang mengandung kadar alkohol di atas lima persen yang termasuk tinggi. Obat-obatan itu bahkan beredar di rumah sakit-rumah sakit.
Selain itu, penyakit yang paling banyak diderita di Indonesia adalah Upper Respiratory Track Infection atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Untuk pengobatannya diperlukan ekspektoran dan dekongestan.
Sedangkan obat-obatan yang mengandung ekspektoran itu mengandung kadar alkohol lima persen. Jika kadar alkohol tinggi, obat itu menjadi memabukkan, dan itu haram. "Ini mestinya bisa disosialisasikan kepada masyarakat melalui Komite Farmasi yang ada di tiap rumah sakit," sebutnya.