REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sejumlah dosen yang tergabung dalam Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI) menguji Pasal 2 huruf g dan i UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon menilai ketentuan yang mengatur soal definisi keuangan negara tersebut berpotensi melanggar hak konstitusional masyarakat, badan, bangsa, dan negara karena mengatur kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah sebagai badan hukum privat dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas dari pemerintah.
"Pasal itu juga berpotensi menciptakan tindakan hukum dan tindakan administrasi yang tidak bijaksana, tidak adil, tidak pasti, tidak sama dalam pelaksanaan antara hak dan kewajiban negara dengan hak dan kewajiban warga negara," kata Ketua CSS UI Prof Arifin P Soeria Atmadja, saat sidang pemeriksaan pendahuluan di Jakarta, Rabu.
Pasal 2 berbunyi: "keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 meliputi: (g) kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah. (i) kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah".
Menurut Arifin, konsekuensi adanya pasal itu keuangan negara tidak hanya dimaknai sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi, lanjutnya, dimaknai sebagai semua hak negara yang bersumber dan diperoleh negara tanpa memperhatikan faktor kewajiban dan resiko yang akan membahayakan keuangan negara.
Pemohon sebagai badan hukum yang anggotanya berprofesi dosen menganggap pasal itu berpotensi menjadikan APBN tidak digunakan untuk kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, khususnya melalui peningkatan penelitian, pengembangan, dan kapasitas pendidikan.
"Tetapi itu digunakan untuk kepentingan menutup kerugian atau ketidakpastian pada perusahaan negara/perusahaan daerah atau kegiatan usaha lain yang mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Ini menghalangi strategi negara untuk mencapai tujuan bernegara, mencerdaskan kehidupan bangsa dan kemakmuran rakyat," kata Arifin.
Karena itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 2 huruf g dan i UU Keuangan Negara bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah" dan frasa "kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah".
Terkait permohonan tersebut, Ketua Majelis Panel Anwar Usman menilai alasan pokok permohonan nampaknya menggunakan batu uji Pasal 23 ayat (1), Pasal 28D, dan Pasal 28C, tetapi lebih banyak didasarkan kepada keilmuan murni yang belum ditetapkan konstitusionalitasnya.
"Pasal 2 huruf g dan i itu dari perspektif konstitusionalnya yang dilanggar itu soal apa dari Pasal 23. Memang sudah ada sedikit, tetapi belum begitu tajam, sehingga tidak memberikan keyakinan pada hakim apakah itu bertentangan atau tidak. Saran saya coba dikaitkan dengan pengertian konstitusionalitasnya," kata Anwar Usman.