Rabu 22 May 2013 12:21 WIB

KPK Dalami Kesaksian Mentan pada Kasus Impor Daging Sapi

Menteri Pertanian Suswono hadir dalam persidangan di pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (17/5).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Pertanian Suswono hadir dalam persidangan di pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Pimpinan KPK Busyro Muqoddas menyatakan, KPK saat ini sedang mendalami kesaksian Menteri Pertanian Suswono dalam kasus suap kuota impor daging sapi yang menyeret mantan presiden Partai Keadilan Luthfi Hasan Ishaaq.

"Sekarang, kami sedang mendalami kesaksian Mentan Suswono dengan kesaksian yang lainnya," kata Busyo Muqoddas saat menjadi keynote speaker pada seminar nasional 'The Champion Leaders' membangun tata pemerintahan yang bersih dan melayani rakyat, pemikiran dan pengalaman praktisi di Pontianak, Rabu.

Busyo menjelaskan, Mentan Suswono sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan di KPK dan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

"Pendalaman itu menjadi sangat penting, dan sampai sekarang belum ada indikasi," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Suswono dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jumat (17/5) mengakui bahwa pertemuan dengan Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman di Medan pada 11 Januari 2013 untuk membahas kondisi daging sapi, difasilitasai oleh mantan presiden Partai Keadilan Luthfi Hasan Ishaaq.

"Pak Luthfi memfasilitasi pertemuan dengan Elizabeth, saya diinformasikan melalui Soewarso bahwa Luthfi minta pertemuan dilakukan di kamar beliau di Aryaduta karena pertimbangannya beliau sudah siapkan sarapan," katanya.

Suswono menjadi saksi dalam kasus kasus suap kuota impor daging di Kementerian Pertanian dengan terdakwa dua direktur PT Indoguna Utama yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi.

Keduanya didakwa memberikan uang Rp1,3 miliar kepada Luthfi Hasan melalui Ahmad Fathanah untuk mendapat tambahan kuota impor daging sapi. Soewarso yang dimaksudkan oleh Suswono adalah pengurus Kamar Dagang Indonesia (Kadin) bidang pangan yang juga kader PKS.

"Saya pergi ke Medan untuk acara Safari Dakwah dan kunjungan kerja Kementan, pada malam sebelum pertemuan dengan Bu Elizabeth, saya mendapat data dari Soewarso bahwa ada pelaku usaha mengatasnamakan asosiasi ingin bertemu," ungkap Suswono.

Suswono menyetujui permintaan Luthfi untuk bertemu dengan Elizabeth di kamar 9006 tempat Luthfi menginap, sesampainya di sana sudah ada orang dekat Luthfi, Ahmad Fathanah.

"Saya tidak tahu ada Fathanah di sana, karena awalnya saya kenal dia bernama Olong, selain dia yang hadir dalam pertemuan ada Soewarso, Pak Luthfi dan Ibu Elizabeth," jelas Suswono.

Pertemuan itu menurut Suswono hanya berlangsung singkat yaitu 10-15 menit dengan diskusi seputar data krisis daging yang dijelaskan Elizabeth bahwa data Kementerian Pertanian salah.

"Saya bilang atas data itu lakukan kajian dan buat seminar dulu, tidak ada sama sekali pembicaraan mengenai penambahan kuota impor daging sapi," tambah Suswono.

Suswono mengaku bahwa kementeriannya hanya berkontribusi kecil dalam penambahan kuota impor daging sapi karena keputusan impor daging berada di tangan Menteri Koordinator Perekonomian dan proses pembagian perusahaan yang mendapat jatah kuota impor ditentukan oleh tim lintas kementerian.

"Saya tidak tahu PT Indoguna mengajukan tambahan kuota impor daging karena itu semua diserahkan kepada Dirjen, Pak Syukur, tidak ada surat langsung ke menteri," tutur Suswono.

Artinya, menurut Suswono tidak ada kesimpulan apapun dari pertemuan di Medan tersebut.

"Saya juga sama sekali tidak dipengaruhi oleh Pak Luthfi, saya diperintahkan partai untuk membantu presiden saat menjadi menteri," tambah Suswono.

Dalam perkara ini Arya dan Juard diancam pidana berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 199 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara dengan maksud supaya penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman pidana penjara adalah 1-5 tahun dan atau pidana denda Rp50-250 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement