REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tepat tiga tahun 10 bulan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution mengakhiri masa jabatannya. Dalam acara farewel address, orang nomor satu di BI ini meluncurkan buku berjudul ' Bank Sentral Harus Membumi'.
"Judulnya memang agak nyeleneh," ujar Darmin di Gedung BI, Selasa (21/5) malam. Hadir dalam acara tersebut Meparekraf, Mari Elka Pangestu, Ketua OJK, Muliaman Hadad, sejumlah mantan gubernur BI, bankir serta undangan lainnya.
Bagi Darmin, masa tugas tiga tahun 10 bulan bukan perjalanan panjang dan tidak juga singkat. Dia mengisahkan, mulai masuk BI sejak 27 Juli 2009. Saat masuk ke BI pascakrisis global 2007-2008. Saat itu ada capital flow besar-besaran masuk ke Indonesia. Mulanya happy, tapi lama kelamaan mulai khawatir juga.
"Mesti direm. Saat itu ada 25 persen investasi asing," ujarnya
BI lantas mencatat dan menandai para investor itu. Banyak di antara investor yang hit and run. Bagi BI, mereka yang sering hit and run disebut trader. Ketika harga saham turun mereka datang dan kemudian membelinya.
Hal lain yang unik dia sampaikan adalah ketika dirinya menjadi peneliti di Universitas Indonesia. Selama 22 tahun bergelut dengan riset. Kebiasaan yang dilakukan atas riset yang sudah berusia 20 tahun diriset kembali. Lucunya, hasil riset menyimpulkan jika masalahnya yang terjadi saat ini sama saja.
"Artinya kita tak merubah apa-apa," ujarnya disambut derai tawa sejumlah undangan yang hadir.
Pada kesempatan itu Darmin memberikan lima buku secara langsung kepada sejumlah undangan. Mereka adalah Hariman Siregar dan Emir Muis yang keduanya merupakan teman seangkatan semasa di kampus UI. Lainnya adalah mantan Gubernur BI, Rahmat Saleh, mantan Dirut Bank Mandiri Zulkifli Zaini, dan Deputi Gubernur BI, Erwin Haryono.