REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembantu Rektor III Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Fakhrudin Arbah, dituntut hukuman 18 bulan penjara. Hukuman itu sama dengan tuntutan terhadap Dosen UNJ, Tri Mulyono.
Keduanya dinilai melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan laboratorium dan alat penunjangnya di UNJ tahun anggaran 2010. Fakhrudin dan Tri menjalani sidang terpisah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (20/5).
Tri menjalani sidang pertama. Dalam pengadaan barang dan jasa di UNJ, dosen teknik sipil itu berperan sebagai ketua panitia pengadaan barang. Sedangkan Fakhrudin sebagai pejabat pembuat komitmen.
Jaksa menilai keduanya menentukan dan menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tidak berdasar ketentuan. "Melanggar ketentuan Keppres Nomor 8 tahun 2003," kata jaksa.
Selain itu, Tri dan Fakhrudin juga sudah mengetahui pemenang tender adalah PT Anugerah Nusantara, bagian dari konsorsium Permai Group pimpinan M Nazaruddin. Pendaftar tender didominasi perusahaan dari kelompok konsorsium Permai.
Jaksa mengatakan, pihak PT Anugerah memberikan uang pengamanan kepada perusahaan lain di luar grup dan juga kepada Tri serta Fakhrudin untuk mengatur pemenang lelang. PT Marel Mandiri keluar sebagai pemenang, namun praktik pengerjaannya ternyata dilakukan PT Anugerah.
Sebelum tender ini, Tri sudah menyusun HPS tanpa melibatkan panitia lainnya. HPS itu disusun berdasarkan brosur dari vendor-vendor penyedia barang yang ternyata sudah dilobi pihak PT Anugerah.
Brosur itu berisi harga standard, sementara PT Anugerah sebelumnya sudah melobi untuk mendapatkan diskon 40 persen plus tiga persen.
Dari brosur harga standard itu, Tri memutuskan pengadaan 90 jenis barang dan 545 unit dengan total harga Rp 16,99 miliar dari alokasi pagu anggaran Dinas Pendidikan Tinggi sebesar Rp 17 miliar.
Menurut jaksa, Tri tidak melakukan survei lapangan dan tidak cermat dalam menyusun HPS itu. Namun, Fakhrudin sebagai pejabat pembuat komitmen mengesahkan HPS yang disusun Tri tanpa adanya koreksi dan hanya berdasar pada kepercayaan.
Fakhrudin dan Tri juga sudah mendapatkan pengaruh dari pihak PT Anugerah untuk mempercepat proses lelang dan menetapkan pemenang. Atas penyalahgunaan wewenangnya ini, keduanya mendapatkan keuntungan total senilai Rp 1,3 miliar.
Sedangkan PT Anugerah sendiri mendapatkan keuntungan senilai Rp 3,7 miliar. Sehingga dalam pengadaan barang di laboratorium UNJ itu, negara dirugikan senilai Rp 5,1 miliar.
Jaksa menilai Fakhrudin dan Tri secara sah dan meyakinkan sudah menyalahgunakan wewenangnya dan melakukan tindak pidana korupsi. Keduanya melanggar pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b undang-undang tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-(1) juncto pasal 64 KUHP.
Selain dituntut penjara, Fakhrudin dan Tri juga harus membayar denda senilai Rp 250 juta dengan subsidair tiga bulan kurungan. Keduanya tidak dituntut uang pengganti karena sudah mengembalikan uang senilai Rp 1,3 miliar sebagai kerugian negara.
Fakhrudin dan Tri beserta kuasa hukumnya mempunyai kesempatan selama dua minggu untuk menyusun nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan jaksa itu.
Ketua majelis hakim Pangeran Napitupulu sempat memberikan saran kepada jaksa penuntut umum. Ia meminta jaksa untuk segera menyeret pihak dari PT Anugrah dan Permai Grup yang disebut menikmati keuntungan dari proyek itu.
Hakim meminta jaksa segera menetapkan tersangka. Jaks mengatakan masih dalam proses penyelidikan. "Kapan diajukan? Segera itu siapapun orangnya," kata dia.