REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR diminta untuk lebih memprioritaskan pembahasan Rancangan Undang Undang Minuman Keras (RUU Miras).
Penggagas dan Ketua Umum Gerakan Moral Anti Miras, Fahira Idris, mendesak Badan Legislasi (Baleg) DPR agar bisa segera membahasnya pada tahun ini.
''RUU Miras ini sangat penting untuk dibahas karena dampak dari peredaran miras sudah sangat mengkhawatirkan,'' kata Fahira di Jakarta, Senin (20/5).
Fahira mengatakan sejauh ini fraksi di DPR masih belum melihat pembahasan RUU ini sebagai hal utama. Ia menyebut baru fraksi dari PPP yang menyetujui pembahasan RUU Miras ini sebagai prioritas untuk dibahas.
"Saya berharap fraksi-fraksi lain juga punya sikap yang sama dengan PPP agar RUU Miras segara dibahas dan disahkan," pintanya.
Lebih lanjut Fahira mengatakan, ancaman miras tak hanya sekadar merusak kesehatan bagi mereka yang meminumnya. Tapi pengaruh dari miras ini, kata dia, telah mengakibatkan keresahan sosial.
"Ini menjadi gangguan dan ancaman buat ketertiban bahkan keselamatan masyarakat luas," ujarnya.
Sejauh ini, menurut Fahira, Indonesia begitu bersikap permisif terhadap peredaran dan penjualan miras. Di sejumlah kota besar, kata dia, minuman beralkohol cukup mudah ditemui di tokoh, gerai mini market hingga hypermarket.
Untuk itu, Fahira juga mengajak para penjual dan pemilik toko serta gerai agar dapat mematuhi ketentuan Kepres No.3/1997. Aturan tersebut berisi larangan menjual miras dan minol di gerai yang berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, rumah sakit, perkantoran atau lokasi tertentu lainnya.
"Para pemilik gerai itu harusnya peka terhadap dampak negatif miras dan anggota DPR pun juga demikian. Mereka harus peka dan waspada terhadap ancaman dari beredarnya miras yang begitu bebas di negeri ini,'' ujarnya.