Jumat 17 May 2013 23:03 WIB

Rekaman Fathanah-Luthfi Diawali dengan Candaan

Luthfi Hasan Ishaaq
Foto: Antara/Andhika Wahyu
Luthfi Hasan Ishaaq

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rekaman antara Ahmad Fathanah dengan Lutfhi Hasan Ishaaq yang dimiliki KPK, Fathanah mengawali pembicaraan dengan bercanda.

"Istri-istri antum (Luthfi) sudah menunggu semua," ujar Fathanah dalam rekaman 9 Januari tersebut.

Luthfi yang saat itu masih berada di Riau pun membalas ucapan Fathanah dengan "Yang mana saja?".

Pembicaraan antara keduanya dilakukan dengan bahasa Arab terkait dengan kuota impor daging sapi yang diajukan PT Indoguna Utama.

Luthfi dalam pembicaraan itu berencana mengajak Maria Elizabeth Liman selaku Dirut PT Indoguna Utama untuk bertemu dengan Menteri Pertanian Suswono. Namun, Luthfi meminta Fathanah agar Elizabeth mematahkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang daging sapi di dalam negeri.

"Pertama dia harus bisa yakinkan menteri bahwa data BPS itu tidak benar bahwa swasembada itu mengancam ketahanan daging kita, kalau bisa dia (Elizabeth, Red) bawa data," kata Luthfi.

Menurut Fathanah, Indoguna hanya minta kuota sebanyak 8.000 ton daging sapi, sehingga fee yang disediakan Indoguna adalah Rp40 miliar karena setiap kilogram daging sapi bernilai Rp 5.000. "Annukhud arbain miliar cash," kata Fathanah, artinya Rp 40 miliar tunai.

Namun, Luthfi justru berjanji mengupayakan agar kuota untuk Indoguna menjadi 10 ribu ton daging sapi. "Ana akan minta 'full' ya," ujar Luthfi.

"Sepuluh ribu ya berarti Rp 50 miliar," jawab Fathanah.

Menanggapi rekaman itu, Fathanah menganggap ia masih belum percaya dengan perkataan Luthfi. "Antara percaya dan tidak, tapi saya minta dengarkan," kata Fathanah.

Dalam perkara ini, Arya dan Juard diancam pidana berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 199 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara dengan maksud supaya penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman pidana penjara adalah 1-5 tahun dan atau pidana denda Rp 50 juta hingga Rp 250 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement