REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA – Bencana pergerakan tanah yang terjadi di Dusun Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka, sudah berlangsung sebulan.
Namun, upaya relokasi warga hingga kini masih menemui jalan buntu. Sebab, warga menolak lokasi relokasi yang ditentukan Pemkab Majalengka.
Camat Malausma, Muhammad Hapidin, mengatakan, Pemkab Majalengka telah mencari lokasi relokasi di Dusun Cipicung, Desa Werasari, Kecamatan Malausma. Di lokasi tersebut, terdapat lahan milik negara seluas kurang lebih 30 hektare.
Dengan demikian, tidak dibutuhkan proses ganti rugi lahan yang memerlukan biaya besar dan waktu yang lama. "Berdasarkan keterangan pihak BMKG, lahan relokasi itu juga aman dari ancaman pergerakan tanah," ujar Hapidin kepada Republika, Jumat (17/5).
Hapidin menyatakan, di lahan tersebut, setiap kepala keluarga nantinya akan memperoleh lahan dengan luas yang sama untuk membangun rumah. Selain itu, lahan relokasi juga akan dilengkapi dengan berbagai infrastruktur, seperti sekolah, puskesmas, maupun jalan raya.
Sedangkan untuk membangun rumah di lahan relokasi, kata Hapidin, warga akan memperoleh bantuan stimulant dari Pemprov Jabar. Hal itu sebagaimana yang dijanjikan Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, saat berkunjung ke lokasi bencana pada awal Mei lalu.
Hapidin mengakui, tidak semua warga Dusun Cigintung bersedia direlokasi ke Desa Werasari. Pihaknya pun terus berupaya melakukan musyawarah untuk membahas masakah tersebut. "Kalau ada satu atau dua orang yang nolak mah yaw ajar," tutur Hapidin.
Sementara itu, berbeda dengan pernyataan camat, Ketua Pokja Bencana Masyarakat Dusun Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma, Asep Taufik Akbar, menyatakan, penolakan terhadap lahan yang ditentukan Pemkab Majalengka sebagai rempat relokasi itu disuarakan oleh semua warga. "Semua menolak, tidak ada yang menerima," kata Asep menegaskan.
Asep menyatakan, penolakan tersebut bukan tanpa alasan. Dia menegaskan, hal itu didasarkan atas musyawarah dan istikharah warga.
Menurut Asep, alasan penolakan warga di antaranya karena Desa Werasari yang dipilih sebagai lokasi relokasi jauh dari areal sawah maupun kebun. Yakni, jaraknya sekitar sembilan kilometer. Padahal, sebagian besar masyarakat selama ini bermatapencaharian sebagai petani.
"Masak warga harus menempuh jarak sembilan kilometer setiap hari untuk pergi ke sawah," tutur Asep.
Sedangkan jika tidak bercocok tanam di sawah dan kebun, lanjut Asep, warga Cigintung tidak memiliki keahlian yang lain. Dengan demikian, jika relokasi dipaksakan di Desa Werasari, maka akan sama artinya dengan menghilangkan sumber penghidupan warga.
Karena itu, Asep melanjutkan, warga lebih memilih untuk ditempatkan di daerah Lapang Jotang, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma. Di daerah tersebut, warga bisa bercocok tanam kembali dengan jarak yang lebih dekat.
Asep mengakui, untuk relokasi ke Lapang Jotang, Pemkab Majalengka harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 30 miliar guna ganti rugi lahan. Pasalnya, lahan di Lapang Jotang berstatus tanah milik warga.
"Kalau pemda tidak punya uang, kan bisa koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi," kata Asep.
Asep menyatakan, sudah meminta kepada Pemkab Majalengka untuk dibuka ruang dialog dengan warga. Namun hingga kini, permintaannya tersebut belum ditanggapi.