REPUBLIKA.CO.ID, BELAWAN, SUMUT -- Sebanyak 300 kapal nelayan tradisional yang berpangkalan di pinggiran Sungai Deli Kelurahan Labuhan, Kecamatan Medan Marelan dalam beberapa hari ini menganggur dan tidak melaut, karena ombak besar.
Sekretaris Forum Nelayan Tradisional (Fersonel) Kota Medan, Ruslan (48) di Belawan, Jumat, mengatakan nelayan tersebut tidak menangkap ikan ke laut, karena faktor alam yang kurang mendukung. Sebab, menurut dia, kalau dipaksakan turun ke laut, dapat membahayakan keselamatan nelayan dan minimbulkan jatuhnya korban jiwa.
"Dalam pekan ini, nelayan di wilayah Medan Utara beristirahat dan tidak melaksakanakan aktivitas," ujarnya.
Ruslan mengatakan, nelayan kecil tersebut juga sulit mendapatkan bahan bakar solar dan semakin mengganasnya pukat gerandong (jaring ditarik dua unit kapal). Oleh karena itu, katanya, masyarakat juga kesulitan membeli ikan di pajak.
"Kalaupun ada yang dijual, harganya juga mahal," ujarnya.
Dia menyebutkan, masih banyak alat tangkap yang dilarang pemerintah kelihatan beroperasi di perairan Belawan dan tidak ada tindakan dari petugas keamanan di laut.
Alat tangkap pukat gerandong dilarang digunakan, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2011 tentang Larangan Pengoperasian Alat Tangkap Tidak Ramah Lingkungan.
Ruslan mengatakan, nelayan tersebut tidak turun ke laut, akibatnya banyak yang terlilit utang pada pengusaha atau toke ikan. Bahkan, sebahagian anak nelayan tersebut berhenti bersekolah, karena tidak adanya lagi biaya.
"Anak nelayan yang putus sekolah itu pelajar SD dan SMP. Hal ini sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian dari pemerintah," kata Ruslan.
Jumlah nelayan di Kota Medan sebanyak 21 ribu dan berdomisili di Belawan. Sebagian nelayan kecil itu tinggal di pinggiran Sungai Deli di Belawan karena tidak ada uang untuk membangun rumah dan menyewa.