Jumat 10 May 2013 21:01 WIB

KPK: Surat Izin Tahanan Korupsi Kerap Lemah

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Mansyur Faqih
Ketua KPK Abraham Samad (kiri) dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjodjanto (kanan).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ketua KPK Abraham Samad (kiri) dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjodjanto (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menyatakan adanya modus dari narapidana korupsi yang kerap keluar lapas pada malam hari. Hal ini pun diakui oleh pimpinan KPK lainnya, Bambang Widjojanto.

"Sinyalemen bahwa kontrol terhadap lapas tidak begitu ketat, kami juga mendengar itu. Tapi harus dikonfirmasikan ke pihak lapasnya," kata Bambang di Jakarta, Jumat (10/5).

Ia mengaku kalau memang belum mendapatkan informasi dari Samad mengenai adanya napi yang kerap keluar malam. Ia juga mendapatkan informasi tersebut, namun belum tuntas informasinya.

Menurut Bambang, lemahnya kontrol dari pihak lapas dapat dilihat dari adanya permintaan terapi. Itu dilakukan oleh tersangka atau terdakwa yang penahanannya bukan lagi kewenangan KPK. Namun kewenangan penahanan ada di Pengadilan Tinggi (PT).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kerap memprotes adanya pemberian izin tersebut. Dalam kasus Neneng Sri Wahyuni, surat izin terapi dari PT DKI Jakarta tidak dikonfirmasikan butuh perawatan berapa lama dan alasannya. Maka itu ia menilai proses pemberian izin pengobatan ini masih sangat lemah.

"Penuntut Umum protes. Kok terapinya tidak konfirmasikan berapa lama dan apa sebabnya sampai selama itu. Susunannya lemah. Jadi kami percayakan surat dari Pengadilan Tinggi. Kami menduga ini terjadi di tingkat lapas," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement