REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mekanisme pencegahan radikalisme dianggap belum efektif. Hal ini terjadi karena lembaga penanggulangan kekerasan seperti Densus dan BNPT lebih menitikberatkan upaya penindakan ketimbang pencegahan.
"Mereka fokus penindakan bukan pencegahan," kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Al Muzammil Yusuf ketika dihubungi Republika, Kamis (9/5).
Ia mengatakan, usaha penindakan rentan penyalahgunaan. Karena lembaga seperti Densus bisa secara subjektif menetukan seseorang terlibat kasus terorisme atau tidak. "Siapa saja yang diduga teroris ditembak. Iya, kalau benar. Kalau salah kan tidak bisa dihidupkan lagi," ujarnya.
Cara-cara yang mencerminkan arogansi aparat pun diminta untuk ditinggalkan. Aparat keamanan harus bisa melibatkan seluruh unsur masyarakat dalam upaya pencegahan radikalisme.
Selama ini, lanjutnya, DPR terus meningkatkan anggaran penanggulangan deradikalisasi. Baik yang diperuntukan ke Densus 88 atau BNPT. Namun besarnya anggaran tidak sejalan dengan hasil yang diberikan.
Karenanya, ke depan Komisi III pun akan mengevaluasi anggaran deradikalisasi. "Kita akan bentuk panja dan lakukan pengawasan yang melekat," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.