REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sedikitnya ada tujuh pelanggaran UU yang dilanggar media, jika bersikap partisan dalam pemberitaan atau program acaranya.
Koordinator Divisi Penyiaran dan Media Baru, Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI) Indonesia, Dandy Dwi Laksono, mengatakan, saat ini ketujuh norma etis perundang-undangan itu sangat nyata telah dilabrak rambu dan normanya oleh sejumlah stasiun penyiaran.
Tujuh UU tersebut, pertama, UU Penyiaran 32/2002. Pada pasal 5, penyiaran diarahkan untuk memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggungjawab. Kedua, UU Penyiaran pasal 36 ayat 4, yang berbunyi, 'Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.'
Selanjutnya, ketiga, dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) tahun 2011, pasal 11 menyebutkan, lembaga penyiaran wajib menjaga idependensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran.
Ke empat, dalam P3, pasal 22 berbunyi: lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dalam proses produksi program siaran jurnalistik untuk tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun internal termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran.
Kemudian dalam Standar Program Siaran (SPS) tahun 2011, pasal 1, menyebutkan: program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan tidak untuk kepentingan kelompok tertentu.
Lalu, SPS pasal 11 ayat dua, dengan jelas menyatakan, program siaran dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya.
Pelanggaran juga terjadi pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal satu. Disitu disebutkan dalam pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Dandy mengatakan, penafsiran independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati. "Tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan," ujarnya.