REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus perbudakan buruh di Tangerang dan peresmian kantor cabang Operasi Papua Merdeka di Oxford, Inggris menjadi ironi menyedihkan di tengah gencarnya sosialisasi program empat pilar kebangsaan yang digalakan MPR.
Ratusan miliar uang negara yang dihabiskan untuk sosialisasi seolah tidak memberi arti apa-apa di masyarakat. “Sosialisasi empat pilar berjalan dalam logika elite sendiri,” kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Transparansi Anggaran (Kontras), Haris Azhar ketika dihubungi Republika, Selasa (7/5).
Sosialisasi program empat pilar yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal dan NKRI tidak menyentuh ranah sosial publik yang bermasalah.
Haris mengatakan sosialisasi empat pilar mestinya masuk ke kampong-kampung buruh. Petani yang dirampas tanahnya. Kantor polisi yang suka merekayasa kasus. “Bukan di tempat yang hanya dihadiri para elite,” ujarnya.
Para elite belum serius memanfaatkan dana sosialisasi empat pilar. Hal ini terjadi karena dana sosialisasi yang meningkat dari tahun ke tahun tidak dibarengi evaluasi implementasi. Haris curiga program sosialisai empat pilar sengaja dimanfaatkan untuk mencari keuntungan.
Para elite mengabaikan tujuan utama dari program sosialisasi empat pilar. “Nilai-nilai baik dalam empat pilar diselewengkan untuk melanggengkan status quo,” katanya.