Senin 06 May 2013 16:10 WIB

Kampanye Parpol Kian Gunakan Domain Publik

Rep: Andi Nur Aminah/ Red: Fernan Rahadi
Stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia.
Foto: Antara
Stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah video berisi percakapan rencana penggunaan frekuensi publik untuk kepentingan politik praktis partai Hanura beredar di Youtube. Dalam video tersebut, jelas terdengar suara seseorang yang mengatakan akan menggunakan acara RCTI untuk kegiatan kampanye.

Video berdurasi dua menit tujuh detik berjudul ‘Media & Politik (part 1)’ itu diunggah oleh Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP). Video bisa dilihat dengan mengakses ke http://www.youtube.com/watch?v=esQc37dGmS0.

KIDP adalah Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran. Sebuah koalisi masyarakat sipil yang menolak monopoli (pemusatan kepemilikan) televisi dan radio, serta penyalahgunaan frekuensi publik untuk kepentingan politik. KIDP ini terdiri dari beberapa lembaga seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), LBH Pers, Yayasan 28, PR2Media, dan MediaLink. Lembaga-lembaga ini pernah mengajukan judicial review UU 32/2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam video tersebut, terdengar suara yang menyebutkan slot tayangan RCTI di Jawa Timur bisa diselipkan kegiatan kampanye. ‘’Bagaimana agar acara RCTI di Jawa Timur itu akan bisa dimasuki slot untuk kampanye teman-teman yang daerahnya jauh. Mudah-mudahan ketemu solusinya,’’ demikian salah satu kalimat yang terdengar dalam video itu.

Menanggapi peredaran rekaman tersebut, Koordinator Divisi Penyiaran dan Media Baru AJI Indoneisa, Dandhy Dwi Laksono, mengatakan, rekaman berisi rencana penggunaan frekuensi RCTI untuk kepentingan politik praktis (Partai Hanura) semakin memperlihatkan  hilangnya etika dan diabaikannya norma hukum yang mengatur dunia penyiaran.

 

Menurutnya, sebelum rekaman ini muncul di Youtube, sebuah film dokumenter berjudul ‘Di Balik Frekuensi’ juga menunjukkan hal yang sama. Film dokumenter yang dirilis awal 2013 ini, memaparkan bukti-bukti berupa copy tayangan dua stasiun televisi berita yang menggunakan domain public.

''MetroTV dan tvOne di film itu, tanpa malu-malu menggunakan domain publik dan menyalahgunakan jurnalisme untuk kepentingan rivalitas politik pemilik usaha,’’ ujar Dandy.

 

Dandy mengatakan, stasiun televisi yang pemiliknya terafiliasi dengan partai politik, juga memenuhi ruang publik dengan iklan-iklan politik. Menurutnya, patut diduga kesempatan beriklan tidak diberikan porsi yang sama kepada partai lain.

 

Meminjam catatan data dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dandy mengatakan, dalam periode Oktober-November 2012 saja, grup MNC yang ketika itu pemiliknya masih berafiliasi dengan Partai Nasdem, telah menayangkan iklan Nasdem hingga 350 kali. Rinciannya,  di RCTI sebanyak 127 kali, MNCTV sebanyak 112 kali, dan GlobalTV sebanyak 111 kali.

 

Sedangkan MetroTV, menayangkan iklan Partai Nasdem sebanyak 43 kali. Lalu TVOne untuk iklan Partai Golkar sebanyak 34 kali dalam periode yang sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement