REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Bidang Perundang-undangan DPP PDIP Arif Wibowo mengatakan, kenaikan harga BBM menjadi 6.500 per liter sangat politis. Ini terlihat dari keputusan kenaikan harga BBM dilakukan saat menjelang Pemilu 2014.
Kenaikan harga BBM ini, ujar Arif, pasti akan diikuti dengan pemberian bantuan semacam bantuan langsung tunai (BLT) yang akan digunakan oleh pemerintah. Partai penguasa pun akan menggunakan klaim tersebut untuk memenangkan pemilu yang akan datang.
“Dengan menggunakan berbagai macam program bantuan kepada rakyat, mereka akan mendulang suara rakyat saat pemilu,” ujarnya di Jakarta, Senin, (6/5).
Bantuan yang diberikan, kata Arif, pasti bukan bantuan tulus untuk meringankan beban hidup masyarakat. Namun dengan tujuan untuk mendapatkan suara dan simpati rakyat. “Makanya PDIP menolak kenaikan harga BBM,”katanya.
Kenaikan harga BBM, terang Arif, bisa dicegah dengan memperbaiki sistem manajemen anggaran APBN. Misalnya saja, anggaran bagi sektor yang cenderung boros dan tidak berfungsi dengan baik dipindahkan untuk membiayai subsidi BBM.
Anggaran yang cenderung boros, ujar Arif, terdapat pada sektor pembiayaan BUMN, pembiayaan infrastruktur yang tidak tepat sasaran, juga anggaran bagi daerah-daerah yang tidak dikelola dengan baik.
Anggaran pendidikan yang sebesar 23 persen dari APBN juga termasuk besar namun hanya sedikit yang sampai ke tangan siswa dan mahasiswa. Anggaran pendidikan banyak yang habis untuk biaya operasional, pengadaan barang, dan korupsi.