REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilu Legislatif 2014 diperkirakan bakal dikuasai empat partai besar, yakni PDIP, Gerindra, Golkar, dan Demokrat.
"Bisa disimpulkan bila tidak ada peristiwa-peristiwa sangat luar biasa, maka PDIP, Gerindra, Golkar dan Demokrat akan menguasai parlemen dengan kursi lebih dari 80 persen," ujar Jeffrie Geovanie, board of advisor, Center for Strategic and International Studies (CSIS), kepada ROL, Ahad (28/4).
Menurut Jeffrie, Demokrat yang hampir karam, dengan keputusan yang cerdas mengadakan konvensi Capres dengan format yang demokratis akan mampu memulihkan citranya dari partai yang korup menjadi partai yang kembali memberikan harapan.
"Golkar dengan kekuatan caleg-calegnya yang lebih mapan dan sangat merata di seluruh Indonesia dipastikan mampu mengembalikan kejayaannya setidaknya dengan perolehan 20 persen kursi," tutur Jeffrie.
Gerindra, kata dia, dengan kekuatan figur Prabowo Subianto sebagai capres yang elektibilitas begitu tinggi saat ini akan menjadi kuda hitam yang mampu setidaknya menembus angka 20 persen perolehan kursinya di tahun 2014.
Yang paling kuat, kata Jeffrie, tentu PDIP dengan Jokowi Effect-nya. "Sulit rasanya untuk tidak mengatakan pemenang Pemilu 2014 adalah PDIP," ungkapnya.
Endang Tirtana, peneliti pada Maarif Institute for Culture and Humanity menambahkan, beragam survei menyajikan statistik yang berdampak pada strategi internal pemenangan partai.
Namun demikian, kata dia, angka-angka statistik ini tentu saja harus di-cross check dengan data internal partai, sehingga partai tidak reaktif terhadap hasil survei yang ada.
"Yang sering dilupakan partai politik adalah penggodokan strategi untuk meraup suara dari donkey votes/ angka Golput dan juga pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters). Angkanya yang tinggi melebihi angka elektabilitas partai merupakan potensi bagi partai untuk mendulang suara," papar Endang.
Menurut dia, masyarakat masih menunggu, partai yang diyakini mewakili suara masyarakat (yang sebagian besar wong cilik).
Jumlah partai di Indonesia yang mengikuti Pemilu 2014, tutur Endang, memang jauh berkurang, akan tetapi karena platform antara partai yang satu dengan yang lain kadang identik (hampir serupa), maka penanda antarpartai yang mungkin misalnya partai mana yang bersih dari korupsi, partai mana yang memiliki tokoh yang populer kualitas kebaikannya, partai mana yang mengakomodir hak kebebasan beragama, dan partai mana yang mendukung hak-hak perempuan.
"Untuk yang terakhir ini perlu dicermati betul oleh partai politik. Karena beberapa studi di beberapa negara maju menunjukkan undecided voters ini kebanyakan adalah perempuan yang cenderung akan memilih menjelang masa kampanye berakhir," kata Endang.