REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1994 mendampingi terdakwa kasus bioremediasi Chevron Kukuh Kertasafari mendatangi kantor Komisi Kejaksaan. Kedatangan mereka untuk menyerahkan bukti dugaan ketidakprofesionalan oleh jaksa kasus tersebut.
Kukuh merupakan alumni ITB angkatan 1994 jurusan Teknik Elektro. Menurut Koordinator Ikatan Alumni ITB Angkatan 1994 Ahmad Salahudin Zulfa, ketidakprofesionalan yang dipersoalkan adalah tindakan jaksa Supracoyo SH yang membuat surat dakwaan kepada Kukuh.
Di dalam surat dakwaan terdapat kesalahan mengutip bunyi di dalam Kepmen LH No 128 Tahun 2003. Dalam surat dakwaannya kepada Kukuh, jaksa menuliskan, "Berdasarkan Kepmen LH No 128 tahun 2003, bahwa konsentrasi minimal tanah tercemar (TPH/total petroleum hidrokarbon) +7.5-15% dengan standar hasil bioremediasi TPH <- 1%".
Sedangkan, di dalam Kepmen LH No 128 Tahun 2003 tidak ada tertulis +7.5–15%, yang ada bahwa bioremediasi dilakukan maksimum TPH 15 persen, dan diturunkan hingga 1 persen. "Angka 7.5 persen tidak ada dalam Kepmen itu," kata Ahmad dalam rilis yang diterima Republika, Jumat (26/4).
Kutipan yang salah ini, kata Ahmad, tindakan bioremediasi yang legal dianggap menjadi tidak legal. Sesuatu yang benar menjadi dianggap sebagai korupsi. "Kesalahan jaksa ini juga mengakibatkan seseorang yang seharusnya tidak menjadi terdakwa, justru menjadi terdakwa," kata Ahmad.
Atas dasar ketidakprofesional ini, Alumni ITB angkatan 1994 menuntut Komisi Kejaksaan mengadili jaksa tersebut dalam mengutip peraturan. Jika dibandingkan dengan profesi kedokteran, kesalahan ini ibarat memotong kaki yang sehat. Atau dalam profesi insinyur sipil, ibarat salah menghitung sehingga jembatan roboh.
Dalam pertemuan dengan Alumni ITB 1994, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Halius Hosen segera memahami permasalahan yang dilaporkan. Ketika ditanyakan perwakilan ITB 1994 apakah jaksa yang tidak profesional pasti akan ditindak? Ketua Komjak mengatakan, "Pasti. Kita rekomendasikan untuk ditindak."
Namun, rekomendasi yang pertama adalah diperiksa dulu. Kalau ternyata terbukti tidak profesional, kata Ahmad mengutip Halius, "Tentu kita dorong untuk segera dilakukan tindakan penghukuman kepada bersangkutan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Sampai sejauh manakah kebenaran keadilan dalam Kejaksaan Agung menindak lanjuti ini tentu kita pantau."