REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kerugian para pengusaha angkutan barang di Sumatera Barat bisa mencapai 40 persen dari penghasilan normal akibat antrean truk mengisi solar di SPBU sejak sebulan terakhir, kata Ketua Organda Sumbar Budi Syukur.
"Kerugian dialami pengusaha itu juga berdampak kepada sopir dan kernet truk akibat lamanya waktu antrean yang bisa selama enam hari baru mendapatkan solar di SPBU," katanya dalam pertemuan pengusaha angkutan, sopir dan kernet dengan Ketua DPRD dan jajaran Pemerintah Provinsi Sumbar, di Padang, Selasa (23/4).
Pertemuan yang digagas Ketua DPRD Sumbar Yulteknil itu untuk menyikapi demonstrasi puluhan sopir dan kernet truk yang mengadukan antrean pembelian solar sejak sebulan terakhir.
"Selain lamanya waktu antre, pembelian solar juga dibatasi oleh pihak SPBU yang menyebabkan kerugian bertambah karena jarak tempuh angkutan juga terbatas," katanya.
Menurut dia, saat normal membeli solar, dalam satu bulan satu truk angkutan barang dapat melayani trayek tujuh hingga delapan trip, tetapi sejak antre solar hanya untuk empat trip.
"Kerugian dialami pengusaha, sopir dan kernet truk juga berdampak kepada pengusaha kecil dan masyarakat umum karena naiknya ongkos atau terlambatnya pengangkutan barang," kata Budi.
Dalam kondisi ini, ia mempertanyakan sikap Pertamina yang selalu menyatakan Sumbar justru kelebihan pasokan solar hingga delapan persen, tetapi di lapangan kenyataannya distribusi ke SPBU yang sebelumnya 10 menjadi hanya enam kali pengiriman.
Selain itu, Pertamina juga berdalih Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak menyebabkan pembelian dibatasi.
"Padahal peraturan menteri itu tidak diberlakukan di Sumbar, apalagi di daerah ini banyak usaha kecil dan perkebunan rakyat yang membutuhkan angkutan barang," ujarnya.