Ahad 21 Apr 2013 20:17 WIB

Obat Terapi Disfungsi Ereksi Banyak Dipalsukan

Rep: Andi Nur Aminah/ Red: Heri Ruslan
Obat kuat yang ditawarkan di internet (ilustrasi)
Foto: wordpress.com
Obat kuat yang ditawarkan di internet (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ada kabar buruk buat Anda yang gemar mengonsumsi obat-obatan disfungsi ereksi. Sebuah  riset yang dilakukan Victory Project, sebuah proyek penelitian yang dilakukan oleh pakar bidang kesehatan dan farmasi dari FKUI-RSCM, menemukan tingginya pemalsuan obat-obatan khususnya obat terkait disfungsi ereksi atau PDE5 Inhibitor (phosphodiesterase type 5 inhibitor). 

Riset terkait pemalsuan obat tersebut dilakukan empat wilayah  di Indonesia. Meliputi Jabodetabek, Bandung, Jawa Timur (Surabaya & Malang) serta Medan . Obat-obatan dibeli di berbagai outlet penjualan baik di Apotek (umum, jaringan, rumahsakit) , toko obat, penjual pinggir jalan  serta lewat pembelian online di tiga situs yang menawarkan sampel obat yang dibeli  adalah Sildanefil atau umum dikenal sebagai Viagra.

Riset tersebut mengambil sebanyak 518 jumlah tablet dari  157 outlet yang tersebar. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat pemalsuan obat jenis ini mencapai 45 persen. 

‘’Yang perlu menjadi perhatian dari hasil riset ini adalah penetrasi penyebaran obat palsu PDE5 Inhibitor ternyata juga bisa menembus masuk ke apotek,’’ ujar Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Widyaretna Buenastuti, dalam  rilis yang diterima Republika Ahad (21/4). 

Dari 518 jumlah tablet yang  diuji menunjukkan, obat palsu jenis PDE5i yang dijual oleh penjual pinggir jalan 100 persen palsu. Sedangkan  yang dijual di toko obat sebanyak 56 persen  palsu. Sedangakn yang dijual lewat situs internet 33 persen palsu. Sementara yang dijual di Apotek menduduki prosentase terendah yaitu 13 pewrsen palsu. 

Dalam hasil uji, kata Widyaretna, ditemukan di dalam obat  PDE5i yang palsu , kandungan bahan aktifnya  banyak dikurangi atau ada yang berlipat bahkan melebihi kadar yang seharusnya. Adapun penyebaran obat palsu  terbanyak beredar di wilayah penelitian, yakni di wilayah Jabodetabek dan Jawa Timur. ‘’Di Jabodetabek  ditemukan jumlah obat palsu jenis ini  mencapai 50persen,  sementara di Bandung dan Medan  prosentasenya mencapai 18 persen dan 20 persen,’’ kata Widyaretna. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement