REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Guru Rerpublik Indonesia (PGRI) Sulistiyo meminta agar ujian nasional (UN) segera dihapuskan. UN sejak pertama diselenggarakan tahun 2004 telah terjadi pro-kontra, apalagi setiap tahunnya menimbulkan masalah.
Secara prinsip, Sulistiyo menilai pelaksanaan UN melanggar Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 58. Dalam pasal tersebut menetapkan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk mamantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Selain itu, Sulistiyo mengatakan perdebatan hukum dari pro-kontra UN telah sampai pada pengadilan tertinggi yaitu adanya penolakan MA atas kasasi pemerintah (perkara Nomor 2569 K/PDT/2008). Ini berarti penyelenggaraan UN bertentangan dengan perundang-undangan dan hak asasi manusia, khususnya hak anak.
Secara pedagogis, Sulistiyo berujar pelaksanaan UN telah melanggar asas-asas pendidikan yang mulia karena telah menyempitkan makna belajar. Belajar bukan lagi menjadi proses pembudayaan dan pendidikan karakter namun berubah menjadi pelatihan soal yang kurang bermakna. Ini berdampak buruk pada perkembangan psikologi anak.
Bahkan UN, Sulistiyo mengklaim pelaksanaan UN memberatkan sekolah-sekolah di daerah tertinggal. Bobot soal yang beratnya disamakan dengan daerah maju seperti Jakarta menyulitkan para siswa juga penyelenggaranya. Misalnya kondisi sekolah pasti berbeda antara di Maluku, NTT, dan Jawa.