Selasa 16 Apr 2013 15:29 WIB

Pemerintah dan DPR Klaim Dukung Perempuan

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Reydonnyzar Moenek
Foto: dokpri
Reydonnyzar Moenek

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai LSM Perempuan masih merasa keberatan dengan beberapa pasal dalam UU Nomor 8/2012 tentang Pemilu. Namun, perwakilan pemerintah dan DPR mengklaim, undang-undang itu sudah membuka akses bagi keterwakilan perempuan.

Gabungan LSM Perempuan sudah mengajukan uji materi mengenai pasal 215 huruf b dan penjelasan pasal 56 ayat 2 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengatakan masih ada kata-kata dalam pasal itu yang multitafisr. 

Namun dalam agenda sidang, Selasa (16/4), pemerintah dan DPR menegaskan tidak ada yang perlu diubah dalam undang-undang itu. "Pasal itu tidak menghalang-halangi keterwakilan perempuan," kata perwakilan DPR dari Komisi III, Martin Hutabarat, di Ruang Sidang MK, Jakarta.

Menurut Martin, pada pasal 215 huruf b, kata 'mempertimbangkan' keterwakilan perempuan hanya menjadi suatu tolok ukur saja. Ia menilai hal itu justru membuka ruang bagi semua calon terpilih berdasarkan suara terbanyak untuk maju. 

Sementara pada penjelasan pasal 56 ayat 2, ia mengatakan, pasal itu sudah menyebutkan dalam setiap tiga bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang. Sehingga bisa mengisi nomor urut 1, 2, 3, dan seterusnya. "Jadi bisa lebih dari satu orang dari tiga bakal calon," kata dia.

Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek juga mengatakan, pasal itu tidak bertentangan dengan Pasal 28H ayat 2 UUD 1945. "Jadinya tidak perlu dilakukan perubahan," katanya.

Ia menambahkan, UU Pemilu sudah memuat tentang adanya 30 persen keterwakilan perempuan pada daftar bakal caleg. Menurutnya, adanya kuota itu sudah menunjukkan dukungan pemerintah terhadap keterwakilan perempuan. 

LSM Perempuan masih bersikukuh harus ada yang perlu dibenahi dalam UU Pemilu. Kuasa hukum pemohon, Erna Ratnaningsih, mengatakan, harus ada perubahan di undang-undang itu sehingga memberikan posisi bagi perempuan dalam proses pengambil keputusan kebijakan. 

Erna mengatakan, akan mengajukan empat saksi ahli. Mereka yang akan memfokuskan beberapa hal. Misalnya, hak perempuan dan kewajiban bernegara. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement