REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan revisi UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) terus dilakukan DPR dan pemerintah. Sedikitnya ada 22 isu strategis yang menjadi topik pembahasan dalam revisi UU tersebut, salah satunya adalah pelemahan kewenangan kepala daerah sebagai solusi penataan aparatur pemda.
Dalam draf yang diajukan pemerintah gubernur, bupati/walikota tidak lagi memiliki kewenangan mengangkat secara langsung para kepala dinas. Jabatan kepala dinas hanya bisa diisi lewat proses seleksi uji kelayakan dan kepatutan.
"Proses fit and proper test akan dilakukan lembaga independen. Semua pejabat eslon II atau setingkat kepala dinas dipilih melalui proses ini," kata Direktur Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Made Suwandi akhir pekan lalu.
Dia menambahkan, tim independen nantinya diawasi Kemendagri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Ke depan, kata dia, kepala dinas tidak lagi ditunjuk langsung kepala daerah sebagaimana terjadi selama ini. Hal itu untuk menghindarkan terjadinya politisasi birokrasi yang lumrah terjadi di pemda menjelang atau sesudah pemilukada.
Made mengatakan, dari hasil proses fit and proper test itu, dipilih tiga kandidat terbaik yang memperoleh rangking paling tinggi. Dari ketiga orang terbaik itu, baru kepala daerah menentukan siapa yang layak menjadi kepala dinas. Jika bupati/wali kota enggan untuk memilih lantaran tidak didukung selama pemilukada, gubernur bisa mengambil-alih proses itu.
Adapun jika gubernur menolak memilih tiga calon maka Menteri Dalam Negeri yang bisa turun tangan untuk menentukan kepala dinas yang nasibnya terkatung-katung. "Konsepnya seperti kebijakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, yaitu melalui lelang jabatan. Cuma ini harus lewat fit and proper test," ujarnya.