REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Maraknya prostitusi berkedok Spa di Kota Bandung dibenarkan Kepala Disbudpar Kota Bandung, Herry M Djauhari. Ia mengakui, mendapat beberapa pengaduan dari masyarakat tentang penyalahdunaan spa.
"Kami menerima keluhan dari sejumlah masyarakat yang lokasinya dekat spa. Ada tiga lokasi yang dikeluhkan kepada kami. Kami akan melakukan pengecekan ke lapangan," kata dia, di Bandung, Jumat (12/4).
Herry mengatakan, jika pengaduan itu terbukti, pihaknya akan mencabut izin atas kegiatan tersebut. Namun untuk membuktikannya kita harus terjun ke lapangan. Langkah sidak ini pun akan dilakukan secara tersembunyi sehingga pengelola tidak mengetahui kedatngan tim sidak ini.
"Jika menyimpang dari ketentuan akan langsung dicabut izinnya, apalagi untuk spa yang tidak berizin tentunya akan langsung ditindak," kata dia menegaskan.
Herry mengakui, saat ini image spa yang berkembang di masyarakat sudah melebar dari definisi yang sesungguhnya. Seharusnya, kata dia, spa merupakan tempat perawatan kesehatan dan memiliki tenaga dokter atau kesehatan.
Sedangkan citra yang berkembang sekarang ini, spa tersebut tak jauh berbeda dengan panti pijat. "Penilaian negatif ini harus dihilangkan dengan melakukan penertiban. Kami masih menunggu standarisasi definisi spa dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif," kata dia.
Berbagai upaya, kata herry, dilakukan agar citra spa yang negatif terkikis. Salah satunya melalui kegiatan pembinaan pelaku pariwisata, terutama terapis spa. Pada tahun ini, kata dia, Disparbud mengalokasikan anggaran sebesar Rp 280 juta untuk kegiatan pembinaan.
Pembinaan itu juga dibutuhkan untuk mengembalikan image spa sehingga tidak seperti saat ini. "Harus kita perbaiki citra tersebut. Para terapis sebagai ujung tombaknya harus kita bina melalui pelatihan," tutur dia.