REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan presiden BJ Habibie menceritakan, bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Jerman, Inggris, dan Jepang. Namun judulnya berbeda-beda.
“Mereka membaca dulu bukunya lalu melakukan analisa baru menentukan judulnya,”katanya dalam acara Serial I Dialog Demokrasi dan Peradaban Internasional yang diselenggarakan PKS di Bidakara, Jakarta, Kamis (11/4).
Kalau di Indonesia, ujar Habibie, judulnya Ainun Habibie. Kalau di Inggris judulnya The Power of Love. Kalau di Jerman judulnya Kepada Tuhan Jejak-jejak Cinta. Buku di Jerman dianalisa oleh empat guru besar.
Para guru besar itu menilai kalau Habibie memberikan informasi bahwa Tuhan itu segala sumber cinta. Tuhan merupakan sumber bibit cinta kepada pasangan.
“Cinta kepada pasangan merupakan cipratan absolut love pemilik alam semesta, ialah Tuhan YME. Setiap manusia, dititipi bibit cinta, namun tergantung pada mereka sendiri bisa mekar atau tidak,”terangnya.
Setiap manusia, kata Habibie, harus membuat sinergi positif antara rasio dengan perasaan. Jika setiap manusia mampu membuat sinergi positif maka tak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
Kepada jodohnya, manusia harus bersinergi positif, antara rasio dan perasaan. “Kalau bersinergi negatif maka akan cerai,”ujarnya.
Sinergi positif, kata Habibie, juga harus dilakukan kepada sesama manusia lainnya supaya di dalam masyarakat diciptakan ketentraman. Selain itu juga harus bersinergi positif terhadap lawannya.
Dulu, ujar Habibie, saat dirinya didemo dia bersyukur jika demo itu untuk memperjuangkan kebenaran. Namun kalau demo itu salah tidak langsung dipukul, ditakuti, ditangkap. “Menjadi presiden harus bersinergi positif,”ujarnya.
Sebagai manusia, kata Habibie, harus pandai bersinergi positif dengan tugas, karya, jabatan, dan kedudukan. “Yang memungkinkan seinergi positif itu hanya satu, cinta,”katanya.