REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga korban penyerangan di Lapas Cebongan menolak anggota keluarga mereka disebut preman.
Sebab, mereka mengetahui secara persis apa aktivitas keluarga mereka yang menjadi korban dalam penyerangan itu. Victor Mambait, kakak Johanes Juan Mambait mengatakan, adiknya adalah seorang anggota polisi yang bertugas di Sleman. Sementara Hendrik Benyamim Sahetapy, menurut pengakuan keluarga, adalah seorang security di Hugo's Cafe.
Andrianus Candra Galaja, menurut pengakuan keluarga, masih berstatus sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi. Sementara Gameliel Yermianta Rohi Riwu bekerja di security
Johanes Lado, salah satu keluarga korban mengatakan, selama ini ada sebuah opini yang terbentuk di masyarakat, para korban penyerangan adalah preman. Karenanya, ia berusaha meluruskan mengenai status keluarga mereka yang menjadi korban dalam peristiwa yang terjadi di Lapas Cebongan itu.
"Kami mendukung pemberantasan premanisme, tapi tidak dengan cara yang melanggar hukum," ujar Johanes, di Jakarta, Rabu (10/4).
Menurutnya, keluarga korban akan terus menuntut dibentuknya tim gabungan pencari fakta independen, demi penyelesaian kasus ini secara adil.
Sebelumnya, keluarga korban juga sudah melakukan pertemuan dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dalam pertemuan itu mereka menyampaikan sejumlah data dan fakta sebagai bahan pertimbangan untuk diberikan kepada presiden.