REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Insiden Lapas Cebongan, Sleman serta runtutan peristiwa yang melatarbelakanginya dinilai menjadi satu titik untuk memerangi premanisme secara bersama-sama.
"Ini menjadi satu titik yang sangat baik di dalam sejarah kita dimana TNI dan Polri bersama untuk memerangi premanisme," kata pengamat militer LIPI, Ikrar Nusa Bakti, di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (6/4).
Jangan lagi, ujar dia, kedua instistusi negara itu menjadi pelindung dan pendukung premanisme. Karena tidak bisa dipungkiri beberapa kelompok preman seolah-olah didukung oleh kekuatan aparat negara.
Pengamanan dari TNI atau Polri terhadap aksi-aksi premanisme dinilaiya tidak hanya merenggut rasa aman dari masyarakat. Tetapi juga melahirkan konflik antara sesama aparat penegak hukum.
Ikrar menambahkan, tentu sangat ironis ketika aparat yang harusnya melindungi dan menjaga stabilitas keamanan. Malah menjadi perusak keamanan itu sendiri. "Masyarakat sudah muak dengan premanisme dan itu memang harus dihabisi. Kegiatan-kegiatan premanisme itu harus dienyahkan dari Indonesia," ungkapnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura, Sarifuddin Sudding mengatakan, memang ada unsur premanisme dari kejadian yang memicu insiden Cebongan. Terbunuhnya prajurit Kopassus, Sertu Santoso di Hugo's Cafe secara sadis, menurutnya berkaitan dengan aksi premanisme. Karena kasus itu diduga dilakukan oknun-oknum yang biasa menjadi 'penguasa' di tempat hiburan tersebut.
"Ini momentum bahwa semuanya harus punya komitmen bersama. Penghapusan premanisme tidak bisa hanya sekedar ucapan atau formalitas saja, rakyat butuh rasa aman," tuturnya.