Jumat 05 Apr 2013 08:03 WIB

'UU Pilpres Perlu Atur Larangan Rangkap Jabatan Presiden'

Rep: Ira Sasmita/ Red: Karta Raharja Ucu
Anggota DPR dari PPP Ahmad Yani (berbicara)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Anggota DPR dari PPP Ahmad Yani (berbicara)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR, Ahmad Yani menilai aturan larangan rangkap jabatan presiden perlu dirumuskan dan dibicarakan dalam pembahasan UU Pemilu Presiden yang sedang digodok di Baleg DPR.

Larangan rangkap jabatan ini, menurutnya meliputi ketua umum partai, ketua organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, dan sejenisnya. "Presiden harus fokus bekerja sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Bukan fokus pada hal-hal di luar itu," kata Yani, di Jakarta, Jumat (5/4).

Anggota Komisi III itu mengatakan, posisi politik Presiden harus di atas semua golongan, ormas dan partai politik. Sikap itu juga terkait dengan politik kenegaraan dan dalam rangka penegakan konstitusi. Loyalitas pada partai, lanjut Yani, harusnya selesai sejak saat dilantik menjadi Presiden. 

Menurut anggota DPR dari FPPP itu, para pendiri bangsa sudah menyontohkan sikap kenegarawanan. Dengan menanggalkan jabatan politik saat menjadi presiden. Harusnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa meniru sikap pendahulunya.

"Fraksi PPP setuju pembahasan UU Pilpres dilanjutkan. Dan aturan larangan rangkap jabatan presiden harus dimasukkan," ujar Yani menegaskan.

Saat ini Presiden SBY juga menjabat sebagai ketua umum Partai Demokrat. Dalam struktur organisasi partai berlambang bintang mercy itu, SBY juga menduduki posisi lain. Seperti ketua majelis tinggi, ketua dewan pembina, dan ketua dewan kehormatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement