REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perihal pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tidak perlu ada dalam draft RUU KUHP menuai banyak respons dari banyak pihak. Tidak terkecuali dari politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Yani.
Menurutnya, pasal penghinaan terhadap presiden berpotensi menjadi pasal karet yang multitafsir. "Pasal itu tidak relevan," kata Achmad kepada Republika di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4).
Achmad menambahkan dalam konteks demokrasi masuknya pasal penghinaan dalam draf RUU KUHP merupakan sebuah kemunduran. Sebab pasal penghinaan terhadap presiden bisa membungkam daya kritis masyarakat di alam demokrasi.
Di mata Achmad, pasal penghinaan terhadap presiden merupakan hukum warisan kolonial. PPP berpandangan pasal penghinaan harus ditarik pemerintah.
Pasal penghinaan sebaiknya tetap berada dalam delik aduan. "Soal penghinaan baiknya delik aduan saja. Toh presiden pernah melakukan laporan," ujar Achmad.