REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sekaligus praktisi pemilihan umum, Ramlan Surbakti, mengatakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak akan menuntut penguatan sistem di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyelesaikan sengketa pascapilkada.
"MK perlu mengembangkan satu sistem yang dapat mendukung lembaga tersebut dalam menyelesaikan sengketa pilkada," kata Ramlan dalam sebuah diskusi Pembelajaran Pelaksanaan Pilkada Serentak di Beberapa Daerah, Kamis (4/4). Meski dilakukan secara serentak, Ramlan mengatakan kasus dugaan kecurangan dalam pilkada akan berkurang karena masyarakat semakin sadar dengan sistem demokrasi yang baik.
Selain pelaksanaan pilkada serentak, Ramlan juga sepakat bahwa wakil kepala daerah harus dipilih secara bersamaan dengan proses pengajuannya dipilih oleh calon kepala daerah, bukan oleh partai politik. Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan pelaksanaan pilkada serentak dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada, yang masih dalam pembahasan oleh DPR.
Pelaksanaan pilkada serentak dinilai Pemerintah dan DPR memiliki sejumlah keuntungan, termasuk efisiensi anggaran pelaksanaan pilkada. DPR pun telah menyepakati pelaksanaan pilkada serentak dapat dilakukan secara dua gelombang untuk implementasi awal, yaitu pada 2015 dan 2018.
Pemerintah telah meminta seluruh daerah yang akan menggelar pilkada di 2014 untuk memajukan pelaksanaannya pada 2013 agar tidak berbenturan dengan Pemilu 2014. Pada 2014 tercatat sebanyak 43 daerah akan menggelar pilkada, sementara daerah yang telah melaksanakan pilkada hingga saat ini sebanyak 57 daerah.