REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasal penghinaan terhadap presiden dalam RUU KUHP berpotensi mengganggu kebebasan berekspresi warga negara. Pasal ini bisa menjadi jalan bagi pemerintah mengkriminalisasi individu maupun kelompok yang bersikap kritis kepada pemerintah.
"Ini pasal kriminalisasi," kata Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Haris Azhar ketika dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (4/4).
Haris menyatakan pasal penghinaan presiden pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Alasannya pasal penghinaan berpotensi membelenggu kebebasan berekspresi dalam rangka mengontrol pemerintah. Masuknya kembali pasal penginaan dalam RUU KUHP merupakan bentuk kemunduran berdemokrasi.
Selain itu, menurut Haris, pasal penghinaan dalam draf RUU KHUP yang diajukan pemerintah juga merupakan bentuk pelecehan terhadap MK. Pemerintah seolah-olah tidak menganggap keputusan MK sebagai keputusan hukum.
Padahal, kata Haris, para hakim MK hakikatnya merupakan hakim negara yang dipilih secara selektif oleh lembaga negara (DPR). "Pemerintah menisbihkan MK," sebut Haris.