REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PDI Perjuangan mendesak pemerintah meninggalkan solusi jangka pendek atasi masalah subsidi bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah harus menyusun rencana kerja jangka panjang terkait pemanfaatan energi nasional.
"Kebijakan jangka pendek dan populis harus dikesampingkan," kata Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto kepada wartawan di kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Selasa (2/4).
Bambang menyatakan saat ini defisit neraca perdagangan akibat sumbangan impor BBM sangat besar. Tiap harinya Pertamina butuh devisa 100 juta USD untuk impor BBM. Alhasil pemerintah selalu merasa perlu mengendalikan dan mengetatkan BBM dalam negeri.
Bambang menyatakan, Presiden SBY telah menugasi tiga menteri yaitu Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri ESDM Jero Wacik, Menkeu Agus Marto bersama Komite Ekonomi Nasional mengurus persoalan BBM. Dalam usulan mereka tidak ada kenaikan BBM, yang ada pengendalian dan penghematan BBM.
Dengan begitu alokasi subsidi bisa ditekan untuk kepentingan pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. "Wacana pengendalian sudah dari tahun ke tahun tapi sulit direalisasi," kata Bambang.
Prediksi BPH Migas kebutuhan BBM bersubsidi yang dialokasikan dalam APBN 2013 dari 46,7 juta kilo liter akan membengkak menjadi 53 juta kilo liter. Bambang menyatakan situasi ini terjadi karena pemerintah selalu mengedepankan kebijakan jangka pendek.
"Kami menduga kental politik praktis. Nantinya bisa disusun kebijakan populis seperti Bantuan Tunai Langsung (BLT) yang dimanfaatkan untuk menaikkan popularitas pemerintahan saat ini," ujar anggota Komisi VII DPR ini.
PDI Perjuangan berharap pemerintah mulai membangun infrastruktur gas untuk menekan kuota konsumsi BBM. Masyarakat harus diajak mengubah kebiasaan menggunakan BBM ke gas.