REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--- Sejak menyandang predikat New7Wonders of Nature, besutan Yayasan New7Wonders, Pulau Komodo makin banyak pengunjungnya. Salah satu indikatornya adalah jadwal penerbangan yang melonjak dua kali lipat.
"Frekuensi kunjungan meningkat drastis," ujar Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Sudirman Saad di Hotel Bidakara, Senin (1/3)
Kondisi ini ternyata menimbulkan dilema bagi Pulau Komodo. Satu sisi, nama Indonesia otomatis terangkat pamornya di dunia internasional, namu di sisi lainnya, ada tren pemanfaatan yang tidak terkendali, meskipun belum sampai merusak lingkungan.
Jika tidak ada penanganan profesional eksotisme Pulau Komodo bisa rusak dengan melonjaknya pengunjung ke pulau ini.
Saat ini pemerintah masih mengkaji metode pengelolaan yang tepat untuk kawasan ini.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
Sementara, status Pulau Komodo masih berupa kawasan konservasi hutan dan laut. Berdasarkan peraturan, hanya 10 persen dari total kawasan konservasi yang boleh dimanfaatkan untuk kebutuhan pariwisata.
Pemerintah, ujar Sudirman, perlu mengatur sistem kelola agar kebutuhan antar sektor saling terpenuhi.