Senin 01 Apr 2013 12:40 WIB

Soal Keterwakilan Perempuan, KPU Diminta Bebas Intervensi

Rep: Ira Sasmita/ Red: A.Syalaby Ichsan
Indonesian General Elections Commission (KPU) logo (illustration)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Indonesian General Elections Commission (KPU) logo (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Undang-Undang Politik (Ansipol) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tegas. Dalam melaksanakan langkah afirmasi terkait keterwakilan caleg perempuan.

"KPU harus bebas dari intervensi pihak manapun, dan tegas implementasikan aturan keterwakilan perempuan," kata Yuda Irlang, koordinator Ansipol,  di depan kantor KPU Pusat, Jakarta, Senin (1/4).

Ansipol, lanjut Yuda, mengapresiasi langkah KPU yang menerbitkan PKPU nomor 7 tahun 2013 tentang pencalegan. Dalam pasal 24 ayat 1 disebutkan bahwa persyaratan keterwakilan 30 persen perempuan untuk setiap daerah pemilihan memberikan konsekuensi bagi pencalegan tiap parpol.

Kemudian dalam pasal 27 ayat 1 diatur jika ketentuan itu tidak terpenuhi maka parpol tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat pengajuan daftar bakal caleg di dapil bersangkutan. Parpol tersebut pun tidak bisa ditetapkan sebagai salah satu peserta untuk dapil tersebut.

"Kalau ada parpol parlemen yang menolak, itu mengherankan. Peraturan itu kan sudah dikonsultasikan KPU ke DPR," ungkap Yuda.

Mantan Komisioner Bawaslu Wahidah Suaeb yang juga tergabung dalam gerakan Ansipol menambahkan, penolakan dari Komisi II DPR sangat mengherankan.

Pada rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II dan KPU, Jumat (29/3) kemarin, parlemen menuntut diubahnya PKPU nomor 7 tahun 2013 tentang tuntutan keterwakilan caleg perempuan hingga Kabupaten/Kota.  

"Penolakan itu sepertinya muncul karena kekhawatiran partai tidak mampu memenuhi syarat itu. Komisi II dan parpol tidak konsisten membaca aturan itu," kata Wahidah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement