Ahad 31 Mar 2013 22:36 WIB

Solar Diirit Nelayan ‘Menjerit’

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Nelayan mengisi bahan bakar minyak (BBM) solar di atas kapal sebelum melaut di SPBU Pelabuhan Ikan Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu (29/2). (Republika/Wihdan Hidayat)
Nelayan mengisi bahan bakar minyak (BBM) solar di atas kapal sebelum melaut di SPBU Pelabuhan Ikan Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu (29/2). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Keterbatasan pasokan solar subsidi terus berdampak pada aktivitas masyarakat. Kali ini, giliran para nelayan di Kota Semarang mengeluhkan keterbatasan bahan bakar utama kapal tersebut.

Sejak pasokan solar subsidi dijatah, para nelayan pun hanya bisa mendapatkan solar subsidi dengan jumlah yang terbatas. Rata- rata mereka hanya mendapatkan 60 persen kebutuhan untuk melaut.

Khudlori (42), nelayan di Kelurahan Mangkang Wetan mengaku untuk melaut biasanya butuh 30 hingga 40 liter solar subsidi. Sejak pasokan dikendalikan ia hanya bisa mendapatkan maksimal 20 liter. “Jumlah itupun tidak pasti . Terkadang 25 liter pun masih harus dibagi dua dengan nelayan yang lain, agar sama- sama bisa melaut,” jelasnya, Ahad (31/3).   

Dengan solar yang terbatas, masih ungkap Kudlori, jarak jelajah kapal pun juga tidak bisa maksimal. Terutama untuk menjangkau lokasi penangkapan ikan.

Persoalan senada juga dialami ratusan nelayan di Kampung Tambak Mulyo Semarang. “Hasil tangkapan kian menurun karena solar juga terbatas,” ujar Mustopha (31), salah seorang nelayan di Kampung Tambak.

Saat ini solar di stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) juga terbatas. Kadang juga mengalami kekosongan dalam beberapa hari. Sementara solar bersubsidi di pengecer harganya juga ikut melambung, mencapai Rp 5.600 per liter.

“Kalau membeli di SPBU semakin rumit, karena harus menyertakan surat keterangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, serta jaminan Rp 3.000 per jerigen,” jelasnya.

Seperti dilaporkan sebelumnya, Pertamnian membatasi pasokan solar subsidi untuk Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta tahun 2013. Kebijakan ini diberlakukan menyusul berkurangnya alokasi solar subsidi yang ditetapkan Badan Pengatur Hilir Migas untuk kedua daerah tersebut.

External Relation Pertamina Pemasaran Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Heppy Wulansari mengatakan, pemangkasan kuota solar subsidi hingga 4 persen ini membuat distribusi harus dikendalikan agar tidak terjadi over-kuota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement