REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menepis anggapan kalau RUU Ormas disahkan, pemerintahan kembali ke era Orde Baru. Kepala Sub Direktorat Ormas Kemendagri, Bahtiar, mengatakan, sangat tidak relevan tudingan terhadap pemerintah yang bakal memberangus kebebasan berserikat dan berkumpul lewat RUU Ormas.
Menurut dia, beberapa kelompok dengan sadar mencoba membelokkan substansi dari isi draft dengan harapan gelombang penolakan RUU Ormas semakin besar. "RUU Ormas malah mendorong reformasi tata kelola organisasi kemasyarakatan sesuai prinsip-prinsip demokrasi," ujar Bahtiar, Jumat (29/3).
Koalisi Akbar Masyarakat Sipil Indonesia (KAMSI) yang dimotori Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak pembahasan dan pengesahan RUU Ormas. Menurut mereka, RUU Ormas tidak lebih baik daripada UU 8/1985 tentang Ormas, sebab akan mengancam aktivitas LSM/ormas. Di parlemen, dari sembilan fraksi, hanya satu fraksi yang menolak pengesahan RUU Ormas.
Bahtiar menjelaskan, RUU Ormas yang diusulkan DPR tentu dibuat sesuai dengan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ormas Islam pun, kata dia, boleh mencantumkan asas Islam sesuai semangat nafas pergerakan mereka.
Dalam pembahasan antara pemerintah DPR, sambungnya, disepakati setiap LSM/ormas tetap membolehkan melakukan fungsi sosial kontrol. Tidak ada larangan pula bagi LSM/ormas untuk mengeluarkan pendapat dan berekspresi, asalkan dilakukan sesuai UU dan tidak anarkis. Yang pasti, kata dia, RUU Ormas justru memperkuat sistem demokrasi, karena semua elemen berbangsa terikat dalam aturan menunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas pendanaan.