REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Saat curah hujan tinggi, masyarakat Jabar harus waspada. Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG) mencatat, hampir seperempat wilayah di Jabar masuk dalam zona kerentanan gerakan tanah tinggi. Sebaiknya, zona ini dihindari sebagai lokasi pemukiman atau bangunan vital dan strategis.
"Sekitar 25 persen tergolong zona kerentanan gerakan tanah yang tingg, khususnya di wilayah Jabar Selatan," ujar Penyelidik Gerakan Tanah PVMBG, Yunara Dasa Triana, Senin (25/3).
Menurut Yunara, pada 2013 tercatat sebanyak 18 kejadian pergerakan tanah terjadi di Jabar. Kejadian pergerakan tanah terseber, di 19 lokasi berbeda. Dari peristiwa itu, sebanyak 13 orang meninggal dunia dan 10 orang menderita luka-luka. "Jumlah tersebut belum ditambah jumlah korban peristiwa di Cililin," katanya.
Yunara mengatakan, pihaknya tidak merasa aneh ketika longsor terjadi di Kabupaten Bandung Barat. Karena, kabupaten baru ini memiliki sebagian besar wilayah yang tergolong rentan pergerakan tanah. Terhitung 2001-2011, sebanyak 10 kejadian dengan lokasi berbeda terjadi di Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat.
Peristiwa yang cukup besar terjadi pada 2004 di Kidang Pananjung yang menelan 15 orang tewas dan 15 orang lainnya luka-luka. "Selain longsor, wilayah KBB juga juga rawan banjir bandang seperti di wilayah Parongpong, Cisaruan, dan Lembang," katanya. Yunara menduga, longsor yang terjadi di Cililin, KBB, disebabkan hujan deras. Cililin memiliki kondisi morfologis yang terjal serta banyak tebing. Karena itu, dia memprediksi longsor susulan bisa terjadi.