Senin 25 Mar 2013 09:05 WIB

Hampir Separuh Warga Bandung Belum Dapat Air Bersih

Rep: Rina Tri Handayani/ Red: Djibril Muhammad
Air Bersih (ilustrasi)
Air Bersih (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebanyak hampir 40 persen warga Jawa Barat belum mendapat sarana air bersih, sehat, dan bebas polutan.

"Krisis air bersih erat kaitan dengan tata kelola sumber air di cekungan Bandung maupun Jawa Barat yang masih buruk," ujar Direktur Wahana Lingkungan Hidup (walhi) Jawa Barat Dadan Ramdhan, Senin (26/3). 

Dadan mengatakan pengelolaan tersebut dilakukan negara atau pemerintah pusat, perusahaan nasional dan daerah seperti Jasa Tirta maupun Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Bahkan, pihaknya mencatat kerugian negara akibat kebocoran perusahaan air minum daerah mencapai Rp 130 miliar per tahun. Kebocoran tersebut di antaranya sarana dan prasarana tidak terurus, pipanisasi, dan saluran dibiarkan. Sehingga air tidak sampai ke warga. 

Sementara itu, Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) hanya menjangkau sekitar 40 persen warga kota. Menurutnya, 60 persen sisanya harus mencari sendiri. Sehingga, rencana induk harus menjangkau warga miskin yang paling krusial.

Menurutnya, berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria, air berfungsi sosial. Karena itu, peran negara harus kuat sehingga air bisa dijangkau keluarga rentan yang tidak memiliki cukup finansial untuk membeli air.

Sementara, dia menilai air sudah terprivatisasi. "Sekarang hanya yang memiliki uang yang bisa menjangkau air bersih, yang tidak memiliki uang tidak bisa," kata dia mengungkapkan. 

Sehingga, dia menilai masyarakat akhirnya menggunakan air sungai maupun sumur galian yang kebersihan dan kesehatannya sangat buruk. Dia menambahkan dalam Undang undang tentang sumberdaya air, perusahaan diberikan hak memperdagangkan yang bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria. 

Dia mencatat sepanjang 2012 hampir 30 persen wilayah kabupaten atau kota di Jawa Barat krisis air bersih, minum, dan pertanian. Di antaranya 12 kecamatan di Sukabumi 12 mengalami kekeringan, Cianjur 10 kecamatan, dan 12 kecamatan di Bandung.

Untuk itu, pemerintah daerah (pemda) harus melakukan upaya mitigasi terhadap ancaman krisis air bersih. Menurutnya, kondisi yang ada saat ini air permukaan semakin berkurang. Kemudian air bawah tanah (abt) yang dieksploitasi oleh industri sehingga warga miskin tidak bisa akses.

Selain itu, sebagian besar mata air juga beralih fungsi dan kering untuk perusahaan air minum. Sehingga, solusinya harus mengembalikan seperti fungsi semula dan mengurangi pengambilan air.

Terkait air bawah tanah yang pengelolaannya dibawah pemda, pemda harus mencoba tidak mengkomersialisasi. Pemberian izin harus dibatasi karena pengawasan masih lemah.

Sementara, air permukaan yang pengelolaannya dibawah provinsi harus diperhatikan pengambilan airnya seperti di sungai maupun ancaman sebagai tempat pembuangan limbah.

Selain itu, untuk mengantisipasi krisis air bersih, dia mendorong pengelolaan air berbasis komunal. Sehingga, air dikelola bersama masyarakat bukan dijual. Sehingga, pengelolaan dilakukan masyarakat setempat secara kolektivitas.

Pembangunan inovasi seperti instalansi pengolahan air kotor dalam skala kecil menjadi air minum juga penting dilakukan. Dia juga mengingatkan ketersediaan air juga dipengaruhi tutupan lahan. Karena itu, juga harus menjaga kelestarian hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Termasuk menjaga sungai dari pencemaran baik  limbah domestik maupun industri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement