REPUBLIKA.CO.ID,Seorang pemuda bertubuh kecil dan kurus berdiri di pagar kawat yang hampir roboh di depan Pintu I Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (22/3). Sore itu, ratusan orang berlari menyehatkan badan mengitari stadion megah itu.
Namun, pemuda kurus tersebut hanya bisa memandangi satu per satu orang dengan dahi berkeringat. Matanya yang tampak sayu berusaha tetap terbuka. Tangannya menggenggam plastik hitam berisi sebungkus nasi. “Pemberian ibu saya,” ujar Andrian (23 tahun) kepada Republika.
Nasi dalam plastik hitam itu dibawanya dari Labuan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Lampung, sebagai bekal melihat pertandingan Indonesia melawan Arab Saudi, Sabtu (23/3). Nasi itu tidak langsung dihabiskan agar Andrian punya sesuatu untuk dimakan pada malam hari. Sejak pagi, dia enggan menyentuh makanan pemberian ibunya. Kalkulasinya, dia harus menghemat makan untuk hidup sampai pertandingan selesai, Sabtu (23/3).
Andrian mengaku pencinta tim nasional Indonesia. Tapi, selama ini dia hanya melihat skuat Garuda bertanding melalui layar kaca. “Saya belum pernah lihat langsung tim kesayangan saya main,” ujar dia.
Karena itu, Andrian menguatkan tekadnya untuk berangkat ke Jakarta. Tapi, dia bukan orang kaya yang bisa pulang pergi dengan pesawat. Dia datang hanya dengan kepercayaan bahwa timnas membutuhkan dukungannya.
Pada Kamis (21/3) pukul 00.00 WIB, dia pamit kepada ibunya. Dengan uang pas-pasan, Andrian harus mencari akal bagaimana bisa sampai ke Ibu Kota. Dia pun memilih menumpang atau nebeng mobil sayur dari tempatnya tinggal di Lampung Timur hingga ke Pelabuhan Merak, Banten.
Andrian tidak perlu membayar satu rupiah pun untuk sampai ke Merak. Tapi, selama di perjalanan, sopir mobil sayur meminta menjaga sayuran dan buah-buahan agar tidak jatuh.Pada pukul 04.00 WIB, Andrian sampai di Pelabuhan Merak yang dipadati kendaraan-kendaraan besar yang mengangkut logistik.
Perjalanan dilanjutkan dengan menumpang truk sampai ke Senen, Jakarta Pusat. Sampai di Senen, Andrian justru salah naik angkutan umum. Angkutan yang dinaikinya tidak menuju ke Senayan, tapi Kampung Rambutan, Jakarta Timur.
Putar balik ke arah Senen, dia justru tersasar lagi ke arah Kota, Jakarta Barat. “Saya nyasar melulu, padahal uang sudah tipis. Untung ada orang yang beri tahu arah ke Senayan,” kata dia seraya tertawa mengenang kejadian itu.
Saat tiba di Senayan, Andrian tersihir dengan kemegahan Gelora Bung Karno. Namun, dia tidak mau terlalu lama mengagumi stadion berkapasitas 80 ribu penonton itu. Dia langsung tancap gas mencari tiket. Dia bahkan sempat terjatuh sehingga lututnya memar. Tapi, ternyata tiket tak dijual kemarin atau satu hari sebelum pertandingan. “Saya kecewa tiket tak dijual hari ini (kemarin),” kata dia seraya menarik napas. Meski demikian, Andrian tak patah semangat.
Dia masih beristirahat di masjid sekitar Senayan. Dia akan bangun sangat pagi untuk mengantre tiket. Sebab, loket dibuka pada Sabtu pukul 09.00 WIB. Masalah makanan, Andrian tidak memikirkan hal itu. “Mudah-mudahan uang saya cukup untuk pulang,” kata dia