REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dugaan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus berlanjut. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kembali menyidang KPU atas gugatan yang dilaporkan tujuh penggugat sekaligus. Sebelumnya, KPU juga menghadapi sidang kode etik pada November 2012.
Para penggugat yaitu Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai Republik, Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesi (PPPI), dan Partai Buruh. Partai yang dinyatakan tidak lolos verifikasi faktual itu mempersoalkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan KPU saat melakukan proses verifikasi. Penggugat kelima yaitu Partai Hanura. Gugatan yang diajukan partai yang didirikan Wiranto itu menduga ada pelanggaran etik yang dilakukan KPU dalam menetapkan daerah pemilihan di Sumatera Barat.
Penggugat selanjutnya yaitu penggiat pemilu dari Constitutional and Electoral Reform Centre, Refly Harun dan Ahmad Irawan. Gugatan mereka hampir mirip dengan materi gugatan Bawaslu sebagai penggugat ke tujuh. Correct dan Bawaslu mempersoalkan sikap KPU yang tidak mau melaksanakan keputusan Bawaslu atas Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
"Karena laporan yang masuk ini semuanya ditujukan pada KPU, agar efisien maka kami gelar secara bersamaan sidang pembukaannya," kata Ketua DKPP Jimly Asshidiqie, di Jakarta, Jumat (21/3).
Sidang yang berlangsung selama dua jam itu hanya mendengarkan materi gugatan dari setiap pelapor.