REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Partai Demokrat menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Sanur, Bali pada 30-31 Maret dengan agenda memilih ketua umum partai.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Suyono menyarankan, lebih baik pemilihan ketua umum dalam KLB dilakukan secara aklamasi.
Selain agar mendapat simpati dari publik karena model pemilihan tidak gaduh, juga karena keadaan partai sedang kritis dan dalam krisis. Karena itu, ia sependapat dengan saran Majelis Tinggi Partai Demokrat agar tidak perlu dilakukan pemilihan suara secara voting dengan melibatkan unsur ketua DPD provinsi, dan ketua DPC kabupaten/kota.
“Pemilihan secara aklamasi agar tidak ada kelalaian tak perlu di KLB. Saya pikir kelalaian tidak perlu itu bisa diterjemahkan,” kata Hayono, Ahad (17/3).
Ia menilai, mekanisme aklamasi juga masuk dalam model demokrasi. Hanya saja, kata dia, aklamasi sangat tepat dilakukan di tengah keterpurukan partai akibat ulah mantan ketua umum Anas Urbaningrum yang menjadi tersangka. Karena tidak ingin semakin menambah antipasti publik, sambungnya, model aklamasi merupakan jalan terbaik agar KLB bisa berjalan sejuk dan tenang.
“Ini situasinya tidak normal. Kalau normal, monggo lewat pemungutan suara. Sebaiknya kita berusaha menciptakan KLB yang kondusif.”
Hayono menjelaskan, seluruh jajaran pimpinan DPP, DPD provinsi, dan DPC kabupaten/kota diundang untuk hadir di KLB. Hal itu menunjukkan bahwa Majelis Tinggi Partai Demokrat ingin merangkul semua kader partai agar tercipta soliditas.
Karena itu, pihaknya menepis anggapan bahwa pemilihan aklamasi berupaya mengabaikan aspirasi kader daerah. “Dengan semuanya diundang, itu sudah menunjukkan perhatian,” kata anggota Komisi I DPR itu.