REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Pertanian Suswono mengakui data produksi maupun kebutuhan bawang putih dan bawang merah saat ini tidak valid dengan kondisi di lapangan.
"Oleh karena itu kami akan meminta Dirjen Hortikultura untuk melakukan pendataan agar valid sehingga data yang ada mencerminkan kondisi sesungguhnya di lapangan," katanya di Jakarta, Jumat.
Suswono mengatakan saat ini data catatan produksi petani bawang putih maupun bawang merah belum ada, sehingga pihaknya tidak memiliki pegangan soal produksi petani saat ini.
Data produksi ini dianggap penting karena sebagai landasan memutuskan importasi produk khususnya bawang putih, lanjutnya, hal inilah yang menyulitkan pihak Kementerian Pertanian untuk melakukan importasi bawang putih tersebut.
Menurut dia, saat ini, sebagian besar kebutuhan bawang putih di dalam negeri masih dipenuhi dari impor, sebab petani dalam negeri hanya mampu memenuhi kurang dari 10 persen pasokan bawang putih dari total kebutuhan nasional.
Namun Suswono mengaku pemerintah tidak bisa secara langsung melakukan impor bawang putih secara besar-besaran, karena pemerintah ingin melindungi petani lokal.
"Kalau kita impor secara besar-besaran, produksi dalam negeri bisa tertekan. Maunya kita kan mendorong petani bawang agar bisa bergairah. Sekarang pilihannya mana, petani harus dilindungi atau impor semua," katanya.
Meskipun demikian Suswono menyatakan, Kementerian Pertanian tidak bisa memaksakan petani untuk menanam bawang putih atau bawang merah.
Sebab, lanjutnya, petani tentu melihat untung rugi dalam menanam komoditas tersebut.
Berdasarkan penelitian Kementerian Pertanian, petani bawang ini banyak yang mengalihkan fungsi lahannya menjadi menanam padi karena lebih menguntungkan.
"Satu hektare untuk produksi bawang ini ongkos produksinya bisa Rp 60 juta. Saat ini padi lagi bagus harganya. Apalagi risikonya juga kecil. Sementara menanam bawang itu high risk high return. Jadi petani memang lebih memilih menanam yang lebih menguntungkan," katanya.
Berdasarkan data kebutuhan bawang putih secara nasional mencapai 400.000 ton setiap tahun yang mana sekitar 320.000 ton dipenuhi dari impor, sementara produksi dalam negeri rata-rata 14.200 ton per tahun.