REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang fokus dalam dugaan penyelewengan di kepentingan nasional seperti dalam ketahanan pangan dan kehutanan.
KPK kini mengawasi tata kelola kawasan hutan di Indonesia. Komisi antirasuah itu pun menandatangani nota kesepahaman atau MOU oleh sebanyak 12 Kementerian/Lembaga tentang percepatan pengukuhan kawasan hutan Indonesia di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (11/3).
Kementerian/Lembaga tersebut adalah Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Penandatanganan NKB adalah bagian dari upaya memperbaiki tata kelola sektor kehutanan. Rencana aksi bersama ini diharapkan dapat mendorong percepatan pengukuhan kawasan hutan Indonesia.
"Demi mewujudkan kawasan hutan yang berkepastian hukum dan berkeadilan,” ujar Ketua KPK Abraham Samad, dalam rilis yang diterima Republika, Senin (11/3).
Menurutnya, KPK berpengalaman dalam memantau implementasi saran perbaikan oleh Kementerian Kehutanan sejak 2011. Hal ini menunjukkan bahwa upaya Kemenhut untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan kehutanan belum cukup.
“Ada permasalahan-permasalahan mendasar terkait perencanaan dan pengelolaan kawasan hutan yang penyelesaiannya bersifat terintegrasi dan perlu mendapat dukungan serta sinergi dari seluruh elemen Kementerian/Lembaga.” Jelasnya.
Permasalahan mendasar tersebut, tambahnya, terkait harmonisasi regulasi dan kebijakan pengelolaan sumber daya alam seperti inisiatif percepatan pengukuhan kawasan hutan yang berkepastian dan berkeadilan.
Selain itu, resolusi konflik dan hak asasi manusia atas kawasan hutan. KPK menilai sektor kehutanan mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional.
Saat ini, total luas kawasan hutan mencapai 128 juta hektar, meliputi 70 persen wilayah darat Indonesia. Tekanan populasi yang mencapai 240.271.000 jiwa dengan pertumbuhan 1,13 persen.
Ditambah pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,2 persen per tahun mengakibatkan konflik dalam penggunaan ruang. Sisa wilayah darat non kawasan hutan tidak cukup mengakomodasi kebutuhan sektor-sektor lain.