REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pembunuhan yang marak terjadi belakangan ini karena kurangnya komunikasi antar personal. Ada efek dari anggapan kehidupan modern yang cenderung individualistik.
"Efek tidak ada komunikasi itu luar biasa," kata pengamat sosial dan Peneliti Kajian Budaya Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati, Jumat (8/3).
Kasus mutilasi yang sekarang menjadi sorotan merupakan efek dari buruknya komunikasi. Si pelaku yang juga suami korban hanya menduga istrinya selingkuh.
Sementara dugaan suami belum dipastikan kebenarannya. "Sekarang telah terjadi pergesran nilai-nilai yaitu kerenggangan sosial," kata Devie.
Komunikasi menjadi hal yang sangat penting untuk menilai kasus mutiasi kemarin. Jika suami bisa berkomunikasi untuk membicarakan masalahnya tentu akan ada alternatif penyelesaian masalah selain membunuh.
Menurut Devie teman, keluarga, dan tetangga merupakan sumber alternatif pencarian solusi. "Kalau dikomunikasikan mungkin hasilnya akan berbeda," kata Devie.
Persaingan ekonomi menjadi faktor penting penyebab orang menjadi terasing. Akibatnya orang hanya memikirkan bagaimana mencari uang, dan tidak memikirkan orang disekitarnya. "Ini adalah masalah sosial," ujar Devie.
Devie mengakui, faktor psikis berperan dalam kasus mutilasi. Penyatuan antara faktor psikis dan lingkungan menyebabkan tingkat kejahatan di luar batas kewajaran.
Seharusnya, Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) kembali ditingkatkan kinerjanya. Jangan diasumsikan kalau kehidupan modern itu identik dengan individualistik. Kehiudpan modern itu bukan berarti tidak ada komunikasi rutin
"Manfaatkan alat komunikasi, agar masalah sepele tidak berkembang menjadi gawat," kata Devie menegaskan.