Jumat 08 Mar 2013 00:08 WIB

Kapolri: Video Kekerasan Bukan Densus, tapi Brimob Polda Sulteng

Rep: Esthi Maharani / Red: Djibril Muhammad
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo berbicara pada rilis akhir tahun 2012 di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/12).
Foto: Republika/Prayogi
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo berbicara pada rilis akhir tahun 2012 di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Polri, Jenderal Timur Pradopo memastikan video kekerasan yang sebelumnya diduga dilakukan Densus 88 bukan dilakukan anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror tersebut. Ia mengatakan hasil penyelidikan yang dilakukan sudah ada hasilnya. 

"Sudah ada hasilnya. Itu bukan densus, tapi anggota brimob Polda Sulawesi Tengah," katanya saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (7/3). 

Ia juga menjelaskan video kekerasan itu pun bukan terjadi pada kisaran 2013 atau 2013. Menurutnya, kejadian yang diduga dilakukan pada 2013 di Poso, Sulawesi Tengah, sudah diproses aparat. "Itu sudah diproses, kita tunggu saja di peradilan," katanya. 

Menurutnya, boleh-boleh saja jika ada pihak yang ingin mengevaluasi keberadaan Densus 88. Tetapi, ia mengingatkan Polisi tetap harus menjadi benteng negara. Sedangkan Densus 88 menjadi salah satu cara untuk membentengi negara. 

"Silakan saja (evaluasi). Tapi kan polisi kan tetap harus jadi benteng negara terutama penanganan terorisme," katanya. 

Sebelumnya, video kekerasan terhadap warga terduga teroris menyebar luas di dunia maya. Rekaman penganiayaan oleh personel polisi yang diduga dari Densus 88 dan Brimob itu diunggah dunia maya pada awal Maret. 

Video yang berdurasi sekitar 13.55 menit itu berisi penganiayaan oleh polisi. Di dalam video tergambar jelas puluhan polisi berpakaian seragam. Sebagian di antara mereka memakai seragam mirip Densus 88, serba hitam. Ada juga polisi berseragam Brigade Mobil. Mereka menenteng senjata laras panjang.

Polri pun melakukan pemeriksaan untuk anggota Densus 88 dan Brimob untuk memastikan keaslian video termasuk pelaku penganiayaan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement