REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Pornografi sudah disahkan sejak 2008 lalu. Namun, pro-kontra adanya UU sudah terjadi sebelum UU Nomor 44 tahun 2008 ini disahkan.
Pertanyaan besarnya, apakah UU ini akan menghapus dan mengeliminasi kekayaan budaya Indonesia yang sedemikian besarnya. Pasalnya, banyak pihak yang menentang datang dari pelaku, penikmat maupun pecinta budaya dan seni.
Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi, Suryadharma Ali menjamin, implementasi UU pornografi akan menjunjung kearifan budaya Indonesia.
Tidak akan ada tindakan represif pada budaya dan seni. Suryadharma yang juga Menteri Agama mengungkapkan, pihaknya akan mengutamakan dialog untuk menyelesaikan persoalan pornografi, terutama di tataran seni dan budaya. Sebab, menurut Suryadharma, banyak gerak maupun identitas seni yang memang tidak dimaksudkann untuk menimbulkan rangsangan sensual.
"Kita tetap menjaga budaya dan kultur Indonesia. Implementasinya harus arif," kata Suryadharma usai sosialisasi UU Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi di Lingkungan Kementerian Agama, di Jakarta, Rabu (6/3).
Menurut Suryadharma Ali, harus ada solusi dari adanya benturan antara UU Pornografi dengan seni dan budaya. Sebab itu, Kementerian Agama akan mengundang pelaku seni, asosiasi budaya maupun media untuk berdialog menyelesaikan implementasi UU ini di lapangan. Terlebih artis maupun media memiliki peran strategis untuk ikut menekan adanya pornografi dan pornoaksi.