REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyu hijau (Chelonia mydas) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terancam punah akibat perburuan liar, penjualan telur, dan kerusakan habitat kembang biaknya.
Koordinator World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Regional Nusa Tenggara Ridha Hakim di Mataram, NTB, meminta pemerintah memperhatikan keberadaan penyu hijau.
Dikutip dari situs www.setkab.go.id, Ridha mengatakan, meski penyu tersebut dilindungi undang-undang, tetapi populasinya semakin berkurang bahkan terancam punah sehingga perlu mendapat perhatian pemerintah.
"Beberapa waktu lalu kami melakukan identifikasi di satu habitat penyu. Dari 100 butir telur penyu, tidak lebih dari dua ekor yang mampu berkembang biak,"ujarnya.
Menurutnya, pantai-pantai yang merupakan tempat bertelurnya penyu mulai dirambah manusia. Faktor alam juga mempengaruhi perkembangan populasi penyu.
Ia mengatakan, telur penyu yang banyak dijual bebas di pasar-pasar tradisional juga berdampak negatif menurunkan populasi penyu di NTB. Sedangkan, penangkapan penyu hijau juga semakin marak.
"Pada 2012 bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan TNI Angkatan Laut, kamia berhasil menggagalkan penyelundupan 358 ekor penyu di perairan laut Sumbawa yang akan dibawa dari Sulawesi ke Bali," kata Ridha.
Menurutnya, perlu dilakukan penelitian penyu hijau untuk mengetahui jumah populasinya hingga saat ini. Selanjutnya, bisa dilakukan upaya untuk meningkatkan populasi satwa yang dilindungi itu.
"Kalau kita lihat di beberapa daerah populasi penyu tersebut masih cukup ada, namun kalau dilakukan upaya pengawasan secara ketat populasinya akan semakin menurun dan terancam punah," ujar Ridha.
Dengan kian berkembangnya permukiman yang dekat dengan lokasi tempat bertelurnya penyu akan berdampak terhadap penurunan populasi penyu. Menurutnya, satwa itu tidak berani bertelur di lokasi tersebut.